"Berstatus saksi kunci, Johanes Marliem harusnya dapat perlindungan maksimal," kata Ketua Komisi III Bambang Soesatyo dalam keterangannya, Selasa (15/8).
Sebab, menurutnya, saksi kunci sebuah kasus besar akan menghadapi ancaman serius. Untuk menangkal ancaman itu, saksi kunci dan keluarganya patut mendapatkan perlindungan maksimal.
"Karena itu, institusi yang memposisikan almarhum Johannes Marliem sebagai saksi kunci mega kasus korupsi proyek e-KTP layak bertanggung jawab atas kematiannya," jelas Bambang.
Dia mengatakan bahwa, kematian Johanes Marliem memunculkan sejumlah pertanyaan.
"Dengan statusnya sebagai saksi kunci, apakah almarhum dan keluarganya sudah mendapatkan perlindungan maksimal. Lalu, siapa yang mengambil inisiatif memublikasikan nama dan profil almarhum sebagai saksi kunci kasus e-KTP," ujar politisi Partai golkar tersebut.
Seorang saksi, kata dia, apalagi saksi kunci, berhak mendapatkan perlindungan maksimal atau jaminan keamanan pribadi, keluarga dan harta bendanya, serta bebas dari ancaman terkait dengan kesaksian yang akan atau sudah diberikan. Sebagaimana tertuang dalam UU 31/2014 tentang perubahan atas UU 13/2006 mengenai Perlindungan Saksi dan Korban.
"Tidak melindungi saksi kunci layak dituduh melanggar undang-undang. Sedangkan tindakan memublikasikan nama dan profil seorang saksi kunci adalah perilaku tidak profesional yang tidak bisa ditolerir karena sama saja dengan menempatkan saksi kunci dalam ancaman yang sangat serius," demikian Bambang.
Nama Johanes Marliem disebut dalam surat tuntutan jaksa terhadap terdakwa mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri Irman dan Sugiharto. Almarhum bertindak sebagai pihak swasta penyedia Automated Finger Print Identification System (AFIS) merek L-1.
[wah]
BERITA TERKAIT: