Dalam keterangannya, dia menjelaskan bahwa pengambilan 77 ekor cacing oleh Didin tidak merusak ekosistem Taman Nasional Gede Pangrango (TNGP).
"Pada satu meter persegi tanah subur bisa terdapat 400 ekor cacing, jadi jumlah tersebut sangat kecil dibanding luas Taman Nasional yang beribu-ribu hektar," jelas Gunawan sebagaimana disebutkan dalam surat elektronik yang diterima redaksi.
Dia juga menjelaskan, cacing sonari maupun tanaman kadaka bukanlah flora fauna yang dilindungi, sehingga pada hakekatnya bisa dimanfaatkan manusia.
"Kadaka adalah tumbuhan pakis-pakisan yang berkembang biak dengan spora. Sebuah kadaka saja sporanya bisa berjuta-juta, sehingga populasinya sangat banyak dan jenis itu tidak dilindungi", terang Gunawan saat ditunjukan sejumlah foto berkas perkara oleh majelis hakim.
Di luar persidangan, Gunawan menjelaskan, sekalipun dirinya diajukan oleh Penasihat Hukum, namun tetap memberi keterangan secara obyektif dan sesuai keilmuannya.
Dalam kacamata dia, tuduhan merusak ekosistem terkesan dipaksakan karena prinsipnya ekosistem sendiri memiliki resiliensi (kemampuan pulih) dan resistensi (kemampuan menahan kerusakan), sehingga yang dilakukan Terdakwa tidak berdampak.
"Harapannya Didin sebagai masyarakat kecil dapat memperoleh keadilan dari kasusnya," terangnya.
Sementara itu, Ketua Umum DPN Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Fauzie Yusuf Hasibuan menyampaikan harapan agar Didin memperoleh keadilan dari kasus yang membelitnya seiring program Reformasi Hukum jilid 2 yang dicanangkan Presiden Jokowi dengan meluaskan bantuan hukum bagi masyarakat miskin.
"Melalui program Reformasi Hukum jilid 2 tentunya diharapkan para penegak hukum dapat bersinergi untuk menekan praktek penegakan hukum yang tajam ke bawah. Masyarakat kecil juga berhak merasakan keadilan dan itu salah satu cara untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap praktek penegakan hukum yang adil," jelas Fauzi terpisah.
[sam]
BERITA TERKAIT: