"Ya biasa, yang ditanyakan, tadi hadir sbebagai saksi untuk tersangka Andi Agustinus. Kenal atau enggak, pernah ketemu atau enggak, pernah ikut rapat bersama dia atau enggak. Ya saya jawab gak pernah," jelas Arif usai menjalani pemeriksaan.
Menurutnya, saat pembahasan anggaran proyek e-KTP berlangsung, tahun 2010, dirinya masih menjadi anggota baru DPR. Arif juga mengaku tak ikut rapat di DPR saat pembahasan awal anggaran proyek e-KTP. Sebab, ketika menjadi anggota Komisi II DPR, ia juga merangkap sebagai Badan Legislasi (Baleg).
"Nggak ikut (rapat) saya. Saya di Komisi II kan sekaligus Baleg. Baleg kan nggak ikut rapat e-KTP, gimana sampeyan?" jelas Arif.
Ia juga mengaku tidak mengetahui adanya pertemuan di ruangan Ketua Badan Anggaran saat itu (almh) Mustoko Weni tahun 2010. Dalam persidangan terdakwa Irwan dan Sugiharto disebutkan, pertemuan yang melibatkan mantan anggota DPR,Miryam S Haryani itu menjadi awal dari bagi-bagi duit e-KTP ke sejumlah anggota DPR.
"Ya saya gak tahu. Saya gak pernah ikut. Saya sudah konfirmasi semuanya. Saya malah minta kepada KPK untuk menyelidiki sedetail mungkin, seakurat mungkin," imbuhnya.
Arif menjelaskan, ia merupakan salah satu anggota DPR yang menyetujui proyek e-KTP. Menurutnya karena pada saat itu Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang tersebar di masyarakat tidak beres, imbas dari pemilihan presiden 2009.
"2009 kan pemilunya kacau. NIK nya harus beres. NIK beres itu syarat untuk KTP elektronik bisa jalan. Sepanjang NIK nya gak beres, gak bisa," ujar Arif.
Dalam surat dakwaan jaksa terhadap terdakwa Irman dan Sugiharto, Arif Wibowo disebutkan menerima uang sebesar 500 ribu dollar AS. Namun hal itu disanggah oleh Arif. Dalam pemeriksaannya yang selama hampir lima jam tadi, Arif mengaku penyidik menanyakan perihal aliran dana tersebut.
"Ya pasti ditanya atau enggak. Alhamdulillah tidak ada sama sekali. Kan saya dituduhkan menerima USD 500 ribu, kurang lebih kalau sekarang Rp 6 miliar," pungkas Arif.
[sam]
BERITA TERKAIT: