Menurut Patrialis saat itu, Kamaludin memang datang ke ruang kerjanya untuk memberikan surat undangan acara Asosiasi Haji dan Umrah.
Dikesempatan yang sama, dirinya sedang membaca draf putusan uji materi ‎perkara Nomor 129/PUU-XII/2015. Namun, saat dirinya pergi pergi ke toilet, Kamaludin melakukan aksinya.
Entah bagaimana Patrialis mengetahui, Kamaludin memotret draf putusan tersebut, namun bekas Menteri Hukum dan Ham itu tidak meminta Kamaludin untuk menghapusnya. Terlebih, Patrialis juga tidak mengizinkan Kamaludin untuk mengambil foto draf putusan tersebut.
"Ya saya, ya sudahlah, saya tidak merasa curiga dengan pak Kamal. pak Kamal tidak pernah ceritakan hubungan dia dengan pak Basuki, jadi saya tida curiga yang mulia," ungkap Patrialis saat menjadi saksi untuk terdakwa Basuki Hariman dan Ng Fenny di Pengadilan Tipikor Jakarta, jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (3/7).
Bukan soal itu saja Patrialis berkelit dalam memberikan kesaksian. Mantan anggota Komisi III DPR itu juga berulang kali membantah menerima uang dari Basuki.
Bahkan dirinya mempertanyakan alasan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkannya sebagai tersangka. Terlebih dalam operasi tangkap tangan, tidak ada bukti satu sen yang diterimanya. Namun kesaksian yang dijelaskan Patrialis tidak diterima oleh majelis hakim Tindak Pidana Korupsi.
"Saya ingatkan sekali lagi agar para saksi jujur dalam memberikan keterangan. Meski terdakwa punya hak sangkal, tapi saat dihadirkan sebagai saksi, maka wajib memberikan keterangan yang benar," ujar Ketua Majelis Hakim Nawawi Pamulango.
Patrialis merupakan salah satu terdakwa kasus dugaan suap hakim MK terkait uji materi UU Nomor 41 tahun 2014. Patrialis didakwa menerima hadiah berupa uang sejumlah 70 ribu Dollar AS, Rp 4 juta, dan janji Rp 2 miliar, dari pengusaha Basuki Hariman dan sekretarisnya, Ng Fenny, melalui Kamaludin.‎ Uang hadiah itu diberikan terkait pemulusan judisial review Undang-Undang No 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
[san]
BERITA TERKAIT: