BPKP Beberkan Kejanggalan Pengadaan Proyek E-KTP Di Sidang Tipikor

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Kamis, 08 Juni 2017, 18:29 WIB
BPKP Beberkan Kejanggalan Pengadaan Proyek E-KTP Di Sidang Tipikor
E-KTP/net
rmol news logo Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menemukan adanya sejumlah kejanggalan dalam proses audit proyek pengadaan e-KTP.

Auditor Investigasi BPKP Suaedi menjelaskan sejumlah kejanggalan yang ditemukan pihaknya mulai dari upaya memenangkan pihak tertentu dalam sebuah pertemuan, tenaga ahli yang fiktif, harga sejumlah barang yang dipakai dalam pengadaan e-KTP, hingga spesifikasi harga yang ditentukan setiap keping e-KTP.

Terkait upaya memenangkan pihak lain, Suaedi mengatakan pihaknya menemukan adanya pertemuan sebelum proses pelelangan untuk memenangkan konsorsium PNRI dalam proyek pengadaan e-KTP. Bahkan menurutnya rencana untuk memenangkan PNRI sudah digagas sejak 2010 yang diminta oleh terdakwa Irman yang saat itu menjabat sebagai Plt Dirjen Dukcapil.

Suaedi juga merujuk Berita Acara Pemeriksaan Johannes Richard Tanjaya yang menjelaskan pertemuan tersebut dihadiri oleh terdakwa Sugiharto, Husni Fahmi serta andi Narogong.

"Kalau sudah dikondisikan sejak awal, sudah ada kerjasama diawal, pasti tidak sehat, maka akan dihasilkan harga yang tidak wajar. Jika dilakukan pelelangan secara fair, dengan harga tinggi yang ditetapkan, PNRI tidak akan menang," ungkapnya saat dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta, jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (8/6).

Selanjutnya, mengenai pembentukan sistem e-KTP serta spesifikasi materil yang ditentutkan ditemukan fiktif. Hal itu diketahui dari sejumlah dokumen dengan tandatangan yang menyerupai nama.

"Ada dokumen kontrak istilahnya (janggal) contoh namanya Andi tandatangan mulai dari huruf A atau Budi tandatangannya dimulai dari B, itu menurut kami tidak mungkin," ujarnya.

Lebih lanjut Suaedi, menjelaskan pihak menemukan adanya peningkatan harga sebuah barang dalam pengadaan yang dibuat PNRI. Seperti printer Fargo HDP 5000 untuk mencetak kartu, dinaikkan Rp9 juta dari harga awal, padahal harga sebenarnya hanya Rp18 juta per unit termasuk tinta alias rebound.

"Harga dari PNRI itu sebesar Rp27 juta sekian, dari PT Noah arkindo itu per unitnya Rp18 juta," ujarnya.

Menurut Suaedi, kerugiaan negara dalam kasus ini kemungkinan bisa bertambah, sebab pihaknya hanya menghitung data terkait kartu e-KTP, material yang digunakan serta komponen chip di e-KTP. Untuk biaya cetak background blangko e-KTP, hologram dan laminasi serta punch BPKP belum mendapat data.

"Dari kontrak Rp5,9 triliun memang tidak bisa kita hutung semuanya, karena ada keterbatasan data yang ada. Kita hanya hutung item-item apa saja yang kita miliki datanya. (Kerugian negara) bisa bertambah, karena ada data yang tidak teraudit, kalau penuidik bisa sediakan datanya, kami bisa olah," demikian Suaedi.[san]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA