Syafruddin menerbitkan SKL bermasalah untuk Sjamsul Nursalim selaku pemlik Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI). Kerugian negara akibat tindakan itu diduga mencapai Rp 3,7 triliun.
Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan, mengungkapkan Syafruddin diduga mengunakan kewenangannya untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau koorporasi terkait penerbitan SKL pada 2004 silam.
Sambung Basaria, kewajiban penyerahan aset oleh Sjamsul kepada BPPN adalah sebesar Rp 4,8 triliun. Tetapi, kenyataannya, Sjamsul baru menyerahkan sekitar Rp 1,1 triliun setelah ada restrukturisasi. Tagihan sebesar Rp 3,7 triliun kepada Sjamsul tidak dilakukan dalam pembahasan proses restrukturisasi.
"Seharusnya masih ada kewajiban obligor setidaknya Rp 3,7 triliun yang ditagihkan," ujar Basaria dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (25/4).
Menurut Basaria, meski Sjamsul belum melunasi tagihan kepada BPPN, Syarifudin mengeluarkan Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham terhadap Sjamsul. Padahal, ketika itu masih ada tagihan sebesar Rp 3,7 triliun.
"Tersangka SAT (Syafruddin Arsjad Temenggung) selaku Kepala BPPN diduga telah menguntungkan diri sendiri, atau orang lain atau korporasi," tegas Basaria.
Atas perbuaannya, Syafruddin disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dalam UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
[ald]
BERITA TERKAIT: