Kasus itu terjadi di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Sintang Tahun Anggaran 2013.
Ketua Umum LAKI, Burhanudin Abdullah, menjelaskan, upaya mendorong KPK mengambil alih kasus tersebut lantaran Polres Sintang, Kalimantan Barat, terkesan lambat dalam penanganannya. Padahal, ada indikasi negaradirugikan Rp 800 juta dari pagu anggaran Rp 1 miliar. Bahkan, Polres Sintang telah menetapkan dua orang tersangka dalam perkara itu.
Pihaknya menduga perjalanan kasus tersebut lamban karena ada peran Wakil Bupati Sintang, Askiman. Menurut Burhanudin, Askiman saat itu menjabat sebagai Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Sintang sekaligus sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA) berdasarkan SK Bupati 1185 Tahun 2012.
"Kami minta KPK mengambil alih kasus ini karena memiliki kewenangan untuk melakukan hal itu berdasarkan UU 30 Tahun 2002 tentang KPK," katanya saat ditemui di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (17/4).
Selain meminta KPK untuk mengambil alih kasus tersebut, Burhanudin juga mendorong agar KPK menelisik peran Wakil Bupati Sintang yang sebelumnya sebagai KPA proyek UPJJ Jerora II-Sei Ana, pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Sintang Tahun Anggaran 2013.
Terlebih KPA merupakan pihak yang harus bertanggung jawab terhadap kerugian keuangan negara dalam proyek tersebut, pasalnya KPA memiliki tanggung jawab terhadap persetujuan pencairan keuangan negara yang disebut surat perintah membayar. Kasus yang diduga melibatkan Askiman itu telah menjadi perhatian masyarakat di Kabupaten Sintang.
"Saat ini pihak KPA (Askiman) belum diperiksa, karena dia sebagai mantan KPA sekarang menjadi Wakil Bupati Sintang. Padahal, polisi telah menetapkan dua orang tersangka, PPK dan PPTK dan bahkan berkas perkaranya sudah ada yang dinyatakan P21 oleh Kejaksaan Negeri Sintang," ujar Burhanudin.
Proyek tersebut dikerjakan secara swakelola oleh UPJJ Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Sintang tahun anggaran 2013.
[ald]
BERITA TERKAIT: