Pemberian uang oleh Dedi bermula saat dirinya diundang Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) untuk melihat demonstrasi sistem E-KTP yang mereka kembangkan. Saat itu ia hadir bersama ketua tim teknis, Husni Fahmi.
"Kami datang menjelang sore, demo berlangsung sampai cukup malam, sampai sekitar pukul 21.00 WIB-22.00 WIB," kata Tri saat bersaksi untuk dua terdakwa kasus korupsi E-KTP, Irman dan Sugiharto, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (13/4).
Pada saat demo berlangsung, kakak beradik saudara dari Andi Narogong, Dedi Priyono dan Vidi Gunawan, diakui tidak berada di tempat. Tri hanya melihat Kurniawan, Dudi Susanto, dan Yohannes Marliem yang termasuk dalam Tim Fatmawati. Kawasan Fatmawati Jakarta Selatan adalah lokasi di mana Andi Narogong memiliki kantor.
Pada malam hari usai menyaksikan demo, Tri ditawari oleh rekannya untuk menumpang mobil yang dikendarai Dedi dan adik Andi Narogong, Vidi Gunawan. Padahal, Tri tinggal di Bogor. Sementara Dedi dan Vidi tinggal di Cibubur.
"Terus terang, ya mungkin kondisi ketika itu sudah malam, jadi saya ikut menumpang," ungkapnya.
Di dalam mobil itu ternyata tidak hanya mereka bertiga, namun ada satu orang lagi yang ia tidak kenal. Awalnya, Dedi menawarkan Tri untuk diantar ke Cibubur. Namun, ia menolak tawaran tersebut.
Tri memilih turun di McDonald Cibubur. Namun, saat turun, Tri dipaksa menerima sebuah amplop berisi uang yang disebut untuk 'ongkos taksi'.
"Awalnya saya tidak mau, tapi dipaksa. Akhirnya saya terima dan turun di McDonald Cibubur. Waktu itu saya buka di dalam taksi, jumlahnya Rp 2 juta," jelasnya.
[ald]
BERITA TERKAIT: