Hal itu dibeberkan mantan Bendahara Partai Demokrat M. Nazaruddin saat bersaksi di sidang lanjuta perkara korupsi proyek pengadaan E-KTP, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (3/4).
Awalnya Ketua Majelis Hakim Jhon Halasan Butar-Butar menanyakan perihal aliran uang korupsi proyek E-KTP ke Ganjar Pranowo. Nazar menjelaskan, Ganjar sempat menolak saat diberikan uang USD 150 dolar AS. Setelah itu Ganjar mulai berkomentar miring terkait proyek tersebut di media.
Hakim lantas menanyakan, apakah komentar-komenter miring itu sebagai bargaining untuk mendapat lebih. Nazar mengamini pertanyaan hakim.
"Iya, dia ribut-ribut di media. USD 150 ribu dia tidak mau dan minta tambah posisinya sama dengan Ketua (Komisi II DPR) USD 500 ribu. Setelah ribut, dikasih USD 500 ribu baru dia mau terima," kata Nazar saat bersaksi.
Nazar menambahkan, penyerahan uang korupsi proyek e-KTP kepada Ganjar tersebut dilakukan di ruangan Mustoko Weni bersamaan dengan pimpinan Komisi II lainnya. Nazar meyakin kesaksiannya sebab saat itu dirinya berada di ruangan tersebut.
"Iya saya melihat langsung, karena saya berada di ruangan dari fraksi (Demokrat)," tukasnya.
Pada persidangan sebelumnya, Ganjar sempat membantah menerima uang panas proyek e-KTP ketika menjadi saksi dalam perkara proyek e-KTP.
Ganjar menganggap surat dakwaan terdakwa kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP, Irman dan Sugiharto lucu.
Meski menganggap lucu, Gubernur Jawa Tengah itu mengakui, dirinya pernah didatangi anggota DPR yang ingin memberikan sejumlah uang. Salah satunya almarhum Mustoko Weni, bekas anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar.
"Pada saat di BAP saya ditanya, 'apakah saudara pernah diberi atau ditawari uang?' Saya jawab pernah. Oleh ibu Mustoko Weni. Tapi saya tidak terima," ujar Ganjar di Pengadilan Tipikor Jakarta, jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (30/3) lalu.
[zul]
BERITA TERKAIT: