Menurut Ketua KPK Agus Agus Rahardjo, pejabat eselon I yang jadi komisaris di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bisa menimbulkan
conflict of inÂterest alias konflik kepentingan antara tugas utama si pejabat di pemerintahan dan di korporasi.
"Ini bahaya, karena pemilik proyek sekaligus peserta lelang,
conflict of interest-nya kan langsung terasa," kata Agus di Kantor Kementerian Keungan, Jakarta.
Agus mencontohkan, ada pejabat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang menjadi komisaris di BUMN karya (konstruksi). Pejabat tersebut menerbitkan peraturan, dan yang menjalankÂan peraturan adalah perusahaan tempat ia jadi komisaris.
"Kalau menurut saya oke lah jadi komisaris tapi yang tidak menimbulkan
conflict of interÂest," jelasnya.
Beberapa pejabat negara yang merangkap jabatan di antaranya Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan SuahaÂsil Nazara dan Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar sebaÂgai komisaris di PT Pertamina (Persero).
Selain itu, ada juga Direktur Pengembangan Jaringan Jalan Ditjen Mina Marga KemenÂterian PUPR Achmad Gani Ghazaly yang menjabat sebagai komisaris PT Hutama Karya (Persero).
Menurut Agus, pemerintah seharusnya bisa memposisikan diri sebagai pengawas secara baik. Dan anggapan mengenai penempatan pejabat negara seÂbagai komisaris untuk mengawal kinerja BUMN yang bersangkuÂtan sudah harus diubah.
"Ya caranya mungkin buÂkan begitu, kalau saya pengaÂwasan internal eksternalnya diaktifin. Ya enggak fokus kalau ngerangkapnya. Sebetulnya kalau mau jujur, mau
fair, reÂformasi birokrasi, transformasi birokrasi dilakukan dengan ceÂpat, tumpang tindih kewenangan diperbaiki," jelasnya.
Agus mengaku, sudah dikoÂmunikasikan ke Sekretaris KeÂmenterian BUMN soal kemungÂkinan-kemungkinan
conflict of interest. "Kami sarankan untuk dibenahi peraturannya," tegas Agus.
Sebelumnya, Menteri BUMN Rini Soemarno mengatakan, penunjukan komisaris hanya melalui rapat umum pemegang saham bukan melalui
fit and proper test sehingga bisa ditunÂjuk dari profesi mana pun.
"Komisaris hanya bertugas seÂbagai pengawas dewan direksi, bukan pengambil kebijakan perusahaan. Tidak harus sesuai dengan bidang yang dikuasai juga, karena mereka bisa dan harus belajar mengenai tata cara pengelolaan perusahaan," bela Rini.
Banyak RuginyaPengamat BUMN Ferdinand Hutahaean mengatakan, sama sekali tidak ada keuntungan bagi BUMN jika komisaris diangkat dari Eselon I sebuah Kementerian.
"Justru banyak kerugiannya, karena pengawasannya tidak berjalan efektif. Belum lagi mereka mendapat fasilitas ganda dari Kementerian dan BUMN, ini justru tidak dibenarkan," kata Ferdinand kepada
Rakyat Merdeka.Ditambahkannya, selayaknya komisaris BUMN itu berasal dari unsur independen, sementaÂra dari unsur pemerintah cukup satu saja mewakili pemegang saham.
"Karena sudah ada direksi yang juga mewakili pemegang saham. Sehingga pengawasan untuk direksi mestinya bersumÂber dari unsur independen. TuÂjuannya untuk menambah kualiÂtas pengawasan dan menghindari konflik kepentingan," tegas Ferdinand. ***
BERITA TERKAIT: