"Kami memandang pelarangan live broadcast sidang korupsi E- KTP tidak sejalan dengan cita-cita masyarakat di Tanah Air untuk memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya. Korupsi sejajar dengan kejahatan terorisme," kata Ketua Umum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Yadi Hendriana, dalam siaran persnya (Rabu, 8/3).
IJTI menyatakan, korupsi adalah kejahatan yang luar biasa dan pada perkembangannya terjadi secara sistematis, menimbulkan efek kerugian negara dan menyengsarakan rakyat. Di sisi lain, korupsi juga dapat memberikan dampak negatif terhadap demokrasi, ekonomi dan kesejahteraan rakyat dan menghambat tata pemerintahan yang baik (good governance).
Selain akan memasung kebebasan berpendapat, IJTI menilai larangan siarang langsung dari sidang E-KTP akan memicu persidangan yang tidak
fair dan cenderung mengesampingkan rasa keadilan.
Sidang E-KTP dipastikan menyeret nama-nama besar di panggung politik. Karena itu, jangan sampai pelarangan live broadcast sidang E-KTP justru menimbulkan masalah baru untuk melindungi tokoh-tokoh tertentu.
"Publik harus tahu dan mengawal sidang E-KTP secara aktif, dan jangan sampai kebebasan Pers yang dijamin Undang-Undang Pers 40 Tahun 1999 terpasung" kata Yadi.
Meski demikian, IJTI memandang ada momen-momen persidangan khusus yang harus dihormati dan tidak layak disiarkan langsung. Tujuannya tidak lain adalah melindungi keselamatan saksi kunci dalam sidang. IJTI memandang majelis hakim bisa melarang live broadcast pada saat mendengarkan kesaksian.
"Tujuannya untuk perlindungan keselamatan saksi dan saling mempengaruhi antara saksi yang dihadirkan pada kesempatan berbeda," ungkap Yadi Hendriana.
IJTI meminta Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi mengizinkan sidang mega korupsi E-KTP boleh disiarkan langsung dari mulai pembacaan Dakwaan, Tuntutan, Eksepsi, Putusan Sela dan Vonis.
"Kasus ini tidak ada hubungannya dengan SARA dan layak diberitakan secara luas. Pers Indonesia berkewajiban memberitakan kasus korupsi E-KTP sesuai Kode Etik Jurnalistik, P3SPS serta prinsip hukum prasangka tidak bersalah," tutup Yadi.
[ald]
BERITA TERKAIT: