Lapas kelebihan daya tampungdan peredaran narkoÂtika di dalam lapas meningkat. Angka kematian akibat narkotika ikut meningkat lantaran pengÂguna dan pecandu narkotika yang membutuhkan rehabilitasi justru dijebloskan ke penjara.
Menurut Erasmus, seharus terjadi perubahan pendekatan penanganan terhadap pengguna narkotika, yaitu dari pendekatan pemidanaan menjadi pendekaÂtan kesehatan masyarakat.
"Alasannya sederhana, denÂgan ditekannya angka pengÂguna dan pecandu maka akan secara signifikan merusak peredaran gelap narkotika. Namun hal ini baru dapat terÂjadi bila dengan pendekatan kesehatan masyarakat, buÂkan dengan pemidanaan yang keras," katanya.
Pihaknya mendukung langkahpemerintah dalam menangani peredaran narkoba. Namun di sisi lain ada persoalan serius terkait pengguna narkotika dalam lapas.
Pemerintah dinilainya masih meneruskan program yang tidak sesuai dengan masalah yang dialami pengguna narkoÂtika. "Padahal semestinya menurut Undang-undang 35 Tahun 2009, baik pengguna dan pecandu lebih tepat untuk direhabilitasi atau diberikan penanganan dengan perspektif kesehatan," sebut Erasmus.
Dari data yang dikeluarÂkan Kementerian Hukum dan HAM pada Desember 2016, penghuni Lapas yang teriÂdentifikasi sebagai pengguna narkotika mencapai 25.569 orang. Ini artinya, 30 persen atau hampir sepertiga pengÂhuni rutan dan lapas adalah kasus narkotika.
Temuan lainnya bahwa 61 persen dakwaan yang diajuÂkan jaksa kepada tersangka pengguna dan pecandu narkoÂtika adalah Pasal 111 dan 112 UU Narkotika, yang ancaman hukumannya minimal 4 tahun dan maksimal 12 tahun. Pasal-pasal ini secara otomatis menÂgategorikan seorang pengguna dan pecandu sebagai bandar, bukan pengguna. ***
BERITA TERKAIT: