Kasus Patrialis Akbar Bukti Kegagalan Reformasi Hukum

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ruslan-tambak-1'>RUSLAN TAMBAK</a>
LAPORAN: RUSLAN TAMBAK
  • Jumat, 27 Januari 2017, 00:50 WIB
rmol news logo . Penangkapan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar merupakan sinyal buruk lembaga peradilan dan bukti gagalnya reformasi total bidang hukum di Indonesia.

Demikian disampaikan analis hukum dari Labor Institute Indonesia, Andy William Sinaga kepada redaksi, Jumat (27/1).

Menurutnya, UU tentang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi (Tipikor) harus mutlak untuk segera direvisi, terutama tentang pasal tuntutan hukuman. Bila perlu pasal tentang pembuktian terbalik atas harta yang dimiliki selama menjabat perlu dilakukan.

"Saya memandang bahwa korupsi terutama di lembaga aparatur negara sudah kronis di negara ini, dikarenakan adanya perlakuan 'win-win' atau main mata yang dilakukan oleh para oknum peradilan, baik penuntut, dan oknum pengacara," kata Andy.

Apabila diperlukan, lanjut dia, DPR atau pemerintah perlu menginisiasi UU tentang pemberantasan korupsi khusus terhadap aparat penegak hukum. Alasannya, lembaga hukum rentan sebagai player dalam upaya Korupsi, kolusi dan nepotisme.

"Untuk kasus hakim MK Patrialis Akbar ini perlu diambil tindakan hukum yang tegas, berupa pemecatan dan hukuman maksimal seperti hukuman seumur hidup. Dengan alasan, Patrialis Akbar adalah ahli hukum, mantan Menkumham, aktivis parpol dan hakim MK," ujar Andy.

Tambah dia, negara ini perlu ada konsensus yang tegas dalam pemberantasan korupsi, dikarenakan korupsi dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hak azasi manusia warga negara. Dan akibat korupsi adalah peningkatan tingkat kebodohan dan kemiskinan.

"Lembaga peradilan dan penegakan hukum di Indonesia harus bebas dari korupsi," tukas Andy. [rus]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA