Juru Bicara KPK Febri Diansyah menjelaskan pihaknya sangat tidak yakin kalau Fahmi mau melarikan diri. Meski begitu, KPK juga telah melokalisir dan memantau keberadaan Fahmi agar tidak bisa bergerak dari posisinya. Termasuk berpindah lokasi ke negara lain.
Hal inilah yang menjadi alasan KPK untuk tidak melakukan penjemputan paksa terhadap tersangka pemberi suap pejabat Deputi Informasi Hukum dan Kerja Sama Badan Keamanan Laut (Bakamla), Eko Susilo Hadi itu.
"Kami mengetahui posisi persis dan kita selalu update soal itu. Karena belum didapatkan indikasi-indikasi yang bersangkutan akan buron, kabur atau tidak kembali. Namun jika indikasi tersebut sudah diketahui, tentu saja kita akan lakukan tindakan-tindakan yang semestinya," ujar Febri di kantornya, jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin (19/12).
Lebih lanjut, Febri mengakui tidak semua pihak yang telah ditetapkan tersangka oleh KPK kooperatif jika dipanggil oleh penyidik. Bahkan, KPK juga memiliki catatan tersangka lain yang acap kali mangkir jika dipanggil penyidik. Seperti mantan petinggi Lippo Grup, Eddy Sindoro yang diduga telah kabur ke luar negeri.
Meski begitu, lanjut Febri, ada saja salah satu tersangka yang berada diluar negeri dan mau menyerahkan diri yakni Raoul Adhitya Wiranatakusumah, tersangka kasus dugaan suap pengamanan perkara gugatan perkara gugatan perdata antara PT Mitra Maju Sukses (MMS) melawan PT Kapuas Tunggal Persada (KTP).
"Sejauh ini kami selalu bisa menyelesaikan semua itu dengan kerjasama dan koordinasi yang baik di tingkat internasional. Jadi harapannya tentu tidak ada pikiran untuk mengikuti jejak yang sama soal itu. Jadi sebaiknya memang sikap kooperatif itu akan lebih menguntungkan baik bagi tersangka maupun bagi pengungkapan perkara ini," ujar Febri.
Fahmi sudah berada di luar negeri dua hari sebelum operasi tangkap tangan KPK terhadap Eko dan dua pegawai PT MTI, Hardy Stefanus dan M Adami Okta. Dari OTT tersebut, KPK menciduk Eko, Stefanus dan Adami. Sementara Fahmi, diduga sebagai pemberi suap kepada Eko melalui dua anak buahnya.
Dalam OTT tersebut, KPK mengamankan Uang senilai Rp 2 miliar berbentuk Dolar Amerika dan Dolar Singapura. Uang itu ternyata pemberian pertama dari Rp15 miliar yang dijanjikan oleh Dirut PT Melati Technofo Indonesia (MTI), Fahmi Darmawansyah.
Fahmi diduga menjanjikan uang senilai Rp15 miliar kepada Eko jika PT MTI dapat memenangkan lelang proyek alat monitorinng satelit 2016 senilai Rp200 miliar yang sumber pendanaannya melalui APBN-P 2016. Jumlah yang dijanjikan tersebut merupakan 7,5 persen dari total nilai proyek.
Hingga saat ini, Fahmi yang sudah ditetapkan sebagai tersangka masih dalam proses pencarian penyidik KPK.
Keempatnya telah ditetapkan tersangka oleh KPK. Atas perbuatannya, Eko Susilo Hadi disangkakan melanggar pasal 12 Ayat (1) huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara, Fahmi Dharmawansyah, Hardy Stefanus serta M. Adami Okta yang menjadi tersangka pemberi suap disangkakan melanggar Pasal Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
[zul]
BERITA TERKAIT: