Demikian dikatakan kuasa hukum Dahlan, Riri Purbasari Dewi, kemarin. Memang tidak nyambung, sementara diberitakan menghambat tapi yang bersangkutan sendiri justru dengan kooperatif dan aktif mengikuti prosesnya. "Pak Dahlan ikuti semua proses di Kepolisian," tutur Riri.
Apalagi dengan pernyataan terbaru yang disampaikan AKBP Raden Brotoseno yang belakangan dikabarkan menerima suap 1,9 miliar. Kemarin, melalui kuasa hukumnya, Robinson, Brotoseno mengatakan bahwa uang itu tidak ada kaitannya dengan kasus cetak sawah. Robinson menyatakan, kliennya mengakui dia terima uang itu. "Tapi, menurut dia uang itu nggak ada kaitannya dengan kasus cetak sawah dengan menunda pemeriksaan saksi," tuturnya, kemarin.
Buktinya, kata dia, Brotoseno tetap memanggil sejumlah saksi. Termasuk, Dahlan sendiri. Beberapa kali Brotoseno melakukan panggilan pemeriksaan kepada Dahlan. Dahlan sempat menyatakan siap menjalani pemeriksaan. Namun, memang pemeriksaannya belum bisa terlaksana. "Kalau menurut dia, nggak ada hubungan ke kasus itu, cuma digiring-giring aja ke situ. Brotoseno bilang siap memberi pertanggungjawaban," tegas Robinson.
Uang sejumlah Rp 1,75 miliar itu, diterima Brotoseno dari rekannya, Kompol DSY. Sementara Kompol DSY, menerima uang itu dari LMB. LMB ini kenal dengan pengacara Harris Arthur Haedar (HR). Namun, keduanya tak saling berhubungan dengan pemberian uang ini. Brotoseno sendiri, kata Robinson, tak mengenal HR. "Apalagi bertemu. Tidak mengenal dan tidak pernah bertemu HR," ujarnya. Ujuk-ujuk uang itu diantar Kompol DSY. Tak ada obrolan kaitan uang itu dengan perkara cetak sawah.
"Komunikasi Kompol D dengan Brotoseno, tidak ada diminta bantu dan tidak ada obrolan soal perkara cetak sawah itu," tegas Robinson lagi.
Setelah menerima uang itu, Brotoseno dipanggil Propam. Ketika ditanya soal penerimaan itu, Brotoseno langsung mengakuinya. Bahkan, dia langsung mengembalikannya. Utuh. Pengembalian uang gratifikasi itu dilakukan sebelum tenggat waktu 30 hari sebagaimana diatur dalam Pasal 12 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Tapi, "tiba-tiba dia diproses Propam dan langsung dilimpahkan ke Dit Tipikor Bareskrim," imbuh Robinson. Sekalipun begitu, Robinson menolak berspekulasi apakah kliennya dijebak.
Seperti diketahui, pada Juli 2015 Dahlan pernah diperiksa sebagai saksi kasus cetak sawah dengan tersangka Direktur PT Sang Hyang Seri, Upik Rosalina Wasrin. Diketahui, Bareskrim Polri sudah menetapkan Upik Rosalina Wasrin selaku pimpinan perusahaan pelaksana proyek cetak sawah fiktif senilai Rp 317 miliar, sejak April 2015.
Saat itu, Dahlan sudah menandatangani BAP dan karena telah menandatangani BAP, Dahlan menganggap persoalan ini selesai karena beberapa saat setelah itu tidak ada proses lanjutan.
Karena itu, Dahlan memutuskan untuk belajar ke Amerika, waktu itu. Jadi belajar ke Amerika itu karena Dahlan sudah menandatangani BAP, bukan melarikan diri atau menghindari proses pemeriksaan sebagai saksi. ***
BERITA TERKAIT: