Presiden Direktur PT Paramount Enterprise International Ervan Adi Nugroho yang menjadi saksi sidang lanjutan kasus suap penanganan upaya Peninjauan Kembali di PN Jakpus mengakui pernah memberikan uang sebesar Rp 50 juta kepada Edy. Ervan berdalih, uang tersebut merupakan sumbangan pernikahan anak Edy.
"Benar, pada 3 Maret saya perintahkan sekretaris saya untuk buat disposisi ke bagian keuangan. Untuk keperluan sumbangan pernikahan," bebernya kepada majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta (Senin, 8/8).
Mendengar kesaksian Ervan, majelis hakim yang dipimpin Sumpeno tidak langsung percaya. Menurut majelis hakim, pernyataan itu tidak masuk akal, pasalnya uang diberikan sebulan setelah pesta pernikahan melalui pegawai bagian legal PT Artha Pratama Anugerah bernama Wresti Kristian Hesti. Di samping itu, Ervan juga tidak memiliki hubungan cukup dekat dengan keluarga Edy Nasution. Terlebih, Ervan mengaku baru satu kali bertemu dengan Edy.
"Yang realistis saja, tidak masuk akal, memangnya ada kaitan apa? Hebat sekali, baru satu kali bertemu nyumbangnya begitu besar," cetus hakim Sumpeno.
Lebih lanjut, Ervan mengoreksi pernyataan sebelumnya. Dia menjelaskan sumbangan dalam jumlah besar itu diberikan untuk menjaga citra perusahaan. Selain itu, menurutnya, dengan menyumbang cukup besar diharapkan anak Edy Nasution tertarik membeli produk properti milik PT Paramount.
"Sebenarnya sumbangan ini untuk anak Beliau (Edy Nasution), kami harapkan dia kenal Paramount, lain kali bisa beli rumah sama kami," ujar Ervan.
Majelis Hakim kembali menilai jawaban tidak masuk akal dan tidak realistis. Bukan saat itu saja, Ervan berkilah dari pertanyaan yang ditujukan kepadanya terkait uang sebesar Rp 50 juta yang diberikan untuk Edy melalui Wresti dan Doddy Aryanto Supeno.
Uang tersebut disinyalir suap pengurusan perkara yang diserahkan Wresti Kristian Hesti kepada Edy Nasution lewat Doddy. Wresti dan Doddy merupakan anak buah Eddy Sindoro, mantan presiden komisaris Lippo Group.
Saat jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka percakapan antara dirinya dengan Wresti, Ervan mengelak bahwa itu adalah suaranya.
"Apa Anda kenal suara tersebut?" tanya jaksa KPK.
"Saya enggak bisa pastikan," jawab Ervan.
"Saya kurang terlalu ingat. Tapi kalau materinya, penjelasan saya ke Hesti mengenai masalah permohonan eksekusi PT Jakarta Baru Cosmopolitan," sambung Ervan.
"Saya tanya kenal suara tersebut? Hesti pada sidang sebelumnya sudah mengakui," cecar jaksa.
Ervan pun mengakui setelah majelis hakim meminta untuk jujur. Lantas, jaksa kembali bertanya untuk menegaskan apakah suara tersebut merupakan suara Ervan.
"Apa betul itu suara saudara?" tanya jaksa.
"Iya betul," jawab Ervan.
Dalam surat dakwaan Doddy, uang Rp50 juta yang diserahkan kepada Edy Nasution diduga terkait pengajuan upaya hukum PK perkara niaga PT Across Asia Limited (AAL) melawan PT First Media. Doddy didakwa melakukan penyuapan secara bersama-sama dengan pegawai (bagian legal) PT Artha Pratama Anugerah Wresti Kristian Hesti, Presiden Direktur PT Paramount Enterprise Ervan Adi Nugroho, dan mantan petinggi Lippo Group Eddy Sindoro.
Berdasarkan putusan kasasi Mahkamah Agung pada 31 Juli 2013, PT AAL dinyatakan pailit. Putusan tersebut telah diberitahukan oleh PN Jakpus pada 7 Agustus 2015. Hingga lebih dari 180 hari setelah putusan dibacakan, PT AAL tidak juga mengajukan upaya hukum PK ke MA. Sesuai Pasal 295 ayat 2 Undang-Undang Nomor 37/2004 tentang Kepailitan, batas waktu pengajuan PK adalah 180 hari sejak putusan dibacakan.
Namun, untuk menjaga kredibilitas PT AAL yang juga sedang berperkara di Hongkong, Eddy Sindoro menugaskan Hesti agar mengupayakan pengajuan PK di MA. Menindaklanjuti perintah, Hesti kembali menemui Edy Nasution di PN Jakpus pada Februari 2016.
Karena dijanjikan akan diberikan sejumlah uang, Edy akhirnya setuju untuk menerima pengajuan PK yang telah lewat batas waktu. Eddy Sindoro kemudian menyetujui pemberian uang dan meminta Ervan Adi Nugroho untuk menyiapkan uang.
Selanjutnya, disepakati imbalan bagi Edy Nasution sebesar Rp 50 juta. Penyerahan uang dilakukan oleh Doddy di area basement Hotel Acacia, Jakarta pada 20 April 2016. Setelah serah terima, Doddy dan Edy Nasution ditangkap petugas KPK.
Doddy didakwa melakukan penyuapan secara bersama-sama dengan pegawai PT Artha Pratama Anugerah Wresti Kristian Hesti, Presdir PT Paramount Enterprise Ervan Adi Nugroho, dan Presiden Komisaris Lippo Group Eddy Sindoro.
Dugaan suap penanganan perkara PK pada PN Jakpus terkuak saat KPK menciduk Panitera Sekretaris PN Jakpus Edy Nasution dan pihak swasta Doddy Aryanto Supeno dalam operasi tangkap tangan pada 20 April 2016 lalu.
Tim Satgas KPK menyita uang sebesar Rp 50 juta dalam pecahan Rp 100 ribu yang disimpan dalam sebuah paper bag bermotif batik. Uang diduga diserahkan Doddy kepada Edy terkait pengajuan permohonan PK di PN Jakpus. Dari pengembangan penyelidikan, kasus tersebut menjalar ke Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi.
Melalui Wresti jugalah Nurhadi diberi memo untuk menyelesaikan sejumlah perkara Grup Lippo. Memo tersebut dibuat Wresti untuk ditujukan kepada Eddy Sindoro dan pihak yang disebut sebagai promotor yakni Nurhadi.
[wah]
BERITA TERKAIT: