Haris memiliki reputasi dan kredibilitas tinggi sebagai pembal hak asasi manusia (HAM), sehingga tak mungkin pula mempublikasi kesaksian Freddy hanya untuk mencari sensasi atau menciptakan kegaduhan publik.
"Maka itu saya menyetujui imbauan Presiden Jokowi melalui jubir Istana agar masalah testimoni yang dituliskan oleh Haris itu disikapi secara proporsional, yakni sebagai masukan untuk koreksi bagi aparat untuk bebenah," kata analis politik, Muhammad AS Hikam, di halaman facebook pribadinya beberapa saat lalu.
Pihak-pihak yang keberatan (TNI, Polri, BNN) bisa saja meminta Haris memberi klarifikasi dan membantu proses penyelidikan lebih lanjut terhadap substansi kesaksian Freddy yang sudah dieksekusi mati pada 29 Juli lalu.
"Dengan cara demikian tak perlu ada kekhawatiran terjadinya pencemaran nama baik, di samping itu publik juga dapat menimbang sendiri sejauh mana validitas kesaksian yang ditulis Haris," kata Hikam.
Ia akui langkah BNN, Polri dan TNI mempersoalkan Haris secara hukum bukan tindakan keliru, tetapi juga belum tentu banyak manfaatnya. Malah sebaliknya, cara seperti itu bisa lebih mudarat karena berpotensi memperluas ketidakpercayaan masyarakat terhadap tiga lembaga negara itu.
Setidaknya akan muncul kesan bahwa lembaga-lembaga yang memiliki kekuatan besar itu sangat sensitif terhadap pandangan yang dianggap kritis tentang ihwal yang sejatinya sudah menjadi "rahasia umum".
Jika kemudian menjadi polemik berkepanjangan dan kegaduhan, maka ujungnya akan sangat kontraproduktif bagi kehidupan berbangsa.
"Seperti kata ungkapan, tak perlu menembak nyamuk dengan meriam," lontar tokoh Nahdlatul Ulama ini.
[ald]