Jhon Mandibo selaku ketua Forum Peduli Kawasan Byak menilai, hingga saat ini KPK belum menjelaskan proses kemajuan dari kasus tersebut. Padahal, kasus sudah dilaporkan sejak tahun 2013.
Dia menambahkan, sudah beberapa kali kasus tersebut dilaporkan ke KPK maupun Kejaksaan Tinggi Papua. Namun, hingga saat ini tidak terlihat ada tindakan hukum yang diterapkan kepada Thomas dan Demianus selaku terlapor.
"Kami menilai kasus ini jalan di tempat. Karena itu kami datang lagi ke KPK hari ini. Kami mempertanyakan kinerja KPK terkait kasus penyalahgunaan anggaran Kabupaten Mamberamo tahun 2008-2009," jelas Jhon saat ditemui di Gedung KPK, Jalan Rasuna Said, Jakarta (Kamis, 2/6).
Jhon yang datang didampingi Solidaritas Mahasiswa Peduli Mamberamo Raya dan KAMPAK Papua ini menjelaskan, pihaknya sudah mendapatkan fotokopi konfirmasi Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) KPK ke Kejati Papua dengan surat R-1287/20-25/10 pada tahun 2013 lalu. Menurutnya surat tersebut ditandatangani oleh Deputi Bidang Penindakan KPK W. Sadono.
Namun, hingga saat ini kasusnya tidak pernah ditindaklanjuti terhadap para pelaku yang merugikan negara.
"Kami selaku elemen masyarakat Papua sampai saat ini belum mendapatkan perkembangan kasus ini," katanya
Lebih jauh, Jhon menambahkan, dasar laporan mereka adalah sejumlah kerugian negara yang ditemukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Pertama, temuan BPK perwakilan Papua tahun 2008/2009 yang menyebabkan kerugian negara sampai Rp 100 miliar dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Kerugian itu timbul diantaranya pada proyek fiktif pembangunan perumahan rakyat sebesar Rp 70 miliar dan bantuan dana pemberdayaan 58 kampung pada delapan distrik di Kabupaten Mamberamo Raya serta pengadaan alat-alat kesehatan.
Kemudian, temuan LHP BPK tahun 2012 pada saldo kas bendahara pengeluaran yang belum dipertanggungjawabkan sebesar Rp 182 miliar. Selain itu menurutnya pada tahun 2013, BPK juga menemukan adanya penyimpangan dan kerugian negara sebesar Rp 35 miliar.
Atas sejumlah temuan tersebut, pada 2010 kepala Kejati Papua mengeluarkan surat pemeriksaan terhadap Bendahara Rutin Kabupaten Mamberamo Raya terkait penyimpangan kegiatan selama tahun 2008/2009 yang tidak dipertanggungjawabkan.
"Di tahun 2012 Bupati Mamberamo Raya juga pernah dipanggil Kejari Jayapura terkait pembangunan fiktif perumahan rakyat senilai Rp. 70 miliar, dan saat itu panggilan tersebut tidak direspon," ujar Jhon.
Jhon kembali menegaskan, pada tahun yang sama Kejari Jayapura pun membenarkan adanya jabatan ganda yang dilakukan Bupati Mamberamo Raya, dimana terjadi penyimpangan prosedur terkait pengangkatan Tomas Alfa Edison sebagai pengelola keuangan Mamberamo Raya.
"Kasus ini tahun 2013 diambil alih KPK, dan KPK sudah memeriksa penyidik Kejaksaan Tinggi Papua, penyidik Polda Papua, dan memeriksa BPK RI perwakilan Papua, tapi sampai saat ini tidak ada kelanjutan dari pemeriksaan tersebut," jelasnya.
Terkait hal ini, KPK memastikan pihaknya sudah menerima laporan tersebut. Melalui surat pemberitahuan resmi yang disampaikan KPK. Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat KPK, Widyatmoko mengaku sudah menerima laporan dugaan korupsi ini. Pengaduan tersebut bernomor 245/FPKB/J/2015 tertanggal 3 Juni 2015.
Dalam kasus tersebut, Demianus Kyeuw Kyeuw yang saat itu menjadi Bupati Mamberamo Raya, serta mantan Kabag Keuangan Sekda dan Bendahara Rutin Kabupaten Mamberamo Raya yang kini menjadi Bupati Biak Numfor, Thomas Alfa Edison Ondy menjadi terlapor.
[wah]
BERITA TERKAIT: