Kasus Tanah Dago, Pemerintah Harus Cabut SK Menteri Agraria

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Jumat, 22 April 2016, 22:29 WIB
Kasus Tanah Dago, Pemerintah Harus Cabut SK Menteri Agraria
net
rmol news logo Kasus sengketa lahan di kawasan Dago dan Ciumbuleuit, Kota Bandung, Jawa Barat antara pemilik dengan PT DAM Utama Sakti Prima sampai saat ini belum juga tuntas. Untuk ke sekian kali mereka berjuang menuntut keadilan agar hak atas tanah tersebut kembali. Sengketa dikarenakan maladministrasi yang dilakukan Badan Pertanahan Nasional (BPN), Bandung.

Salah satu  penggarap yang juga pemilik lahan Ristiane Hardayun Putri melalui kuasa hukumnya Teguh Raharja dan James Nasution, dalam waktu dekat segera melaporkan kasus ke BPN ke Mabes Polri.

"Kami segera laporkan BPN ke Mabes Polri, karena dalam BPN telah melakukan mal administrasi, termasuk menteri. Keputusan mereka sangat merugikan orang banyak," kata Teguh Raharja, kuasa hukum warga pemilik lahan Dago dan Ciumbuleuit, Bandung, kepada wartawan di Jakarta, Jumat (22/4).

Menurutnya, ada ratusan penggarap yang tanahnya diserobot. Namun mereka pasif. Selama ini, sudah tak terhitung langkah hukum yang dilakukan kliennya tersebut. Dan  pada akhirnya  pada tahun 2008 dilakukan Peninjauan Kembali untuk kasus tersebut dan Mahkamah Agung memutuskan untuk menolak permohonan PK dengan putusan Nomor 20PK/TUN/2008 tanggal 31 Juli 2008.

Artinya SK Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No 19-VIII-1997 kembali ditetapkan pengadilan untuk dibatalkan, namum hingga saat ini putusan yang inkrah tersebut tidak pernah dilaksanakan.

"Kami meminta kepada pemerintah untuk segera mencabut pemberlakukan SK Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No 19-VIII-1997 dan produk turunannya yang sudah dinyatakan tidak sah oleh pengadilan itu," ujar Teguh.

Teguh mengatakan pula kalau SK Menteri Agraria tersebut dijadikan dasar oleh PT DAM untuk membangun kawasan wisata terpadu Bukit Dago Raya. Pembangunan kawasan wisata terpadu tersebut pun sudah melanggar hukum. Sebab di lokasi tersebut peruntukannya sebagai daerah resapan.

"Hal ini karena adanya SK Menteri Agraria No 19-VIII-1997, Kantor BPN Pusat yang menerbitkan sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) no. 10/HGB/BPN/2004 untuk PT DAM pada tahun 2004," jelasnya.

Padahal SHGB yang digunakan oleh PT DAM sebenarnya sudah tidak sah karena suda lembaga pengadilan sudah mengeluarkan keputusan inkrah dan SK Menteri agraria tersebut harus dibatalkan, bahkan ke tingkat Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung. Anehnya, sekalipun sudah inkrah pada tahun 2002 (kasasi), SK Menteri tersebut tetap belum dicabut sampai sekarang.

"Lebih gila lagi, sekalipun sudah diputuskan pengadilan kasasi BPN Pusat malah mengeluarkan SHGB untuk PT DAM pada tahun 2014," kata Teguh.

Untuk itu, pihaknya juga akan melaporkan kasus tersebut ke Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN, Ferry Mursydan Baldan. Sebab SK Menteri agraria tahun 1997 tersebut merugikan orang banyak. [wah]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA