Pasalnya, meski La Nyalla sudah menang dalam gugatan praperadilan atas statsu tersangka korupsi dana hibah Kadin Jawa Timur, kejaksaan tetap memaksakan keluarnya surat perintah penyidikan, padahal surat itu tidak jauh beda dengan sebelumnya lantaran sama sekali tidak ada barang bukti tambahan.
"Saudara La Nyalla Mataliti dinyatakan bebas. Dan yang dituduhkan tidak terbukti karena kasusnya sendiri merupakan kasus yang sudah disidangkan dan bersifat inkrah. Tapi kenyataannya Kejati Jawa Timur membuat sprindik baru hanya dalam waktu empat jam," sesal Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon di Gedung DPR, Jakarta (14/4).
Dia menilai apa yang dilakukan Kejati Jatim sebagai tindakan yang bersifat politik. Sebagai lembaga hukum, mereka harusnya menjunjung tinggi hukum yang berlaku.
"Karena di praperadilan sudah salah, dikalahkan, seharusnya saudara Mataliti ini tidak dituntut lagi. Karena sprindik yang diajukan menurut tim pengacara adalah sprindik yang sama. Redaksinya juga sama, tidak ada bukti-bukti baru," jelas Fadli.
Bukan hanya itu, dia juga menyesalkan pencabutan paspor La Nyalla oleh Kementerian Hukum dan HAM. Sebab Ketua PSSI itu hanya berstatus tersangka, bukan merupakan terpidana.
"Saudara Mataliti ini kan tersangka, bukan terpidana. Nah ini saya kira harus dikembalikan paspor itu, Menkumham tidak boleh sewenang-wenang menjadikan hukum ini sebagai alat politik. Paspor itu harus dikembalikan, karena itu pelanggaran terhadap hukum, itu hak tiap warga negara," beber Fadli.
Lebih jauh, politisi Partai Gerindra itu menilai penegakan hukum di Indonesia saat ini sangat amburadul. Karena itu, DPR akan menggunakan fungsi pengawasannya untuk mengawasi proses penegakan hukum yang ada.
"Saya mendapat laporan dari tim pengacara Kadin, Sekjen PSSI juga di sini. Bahwa penegakan hukum ini semakin amburadul. Tindak lanjutnya dari pengaduan mereka, saya akan rekomendasikan ke Komisi III untuk RDP (rapat dengar pendapat) memanggil Kejaksaan Agung, Kajati Jawa Timur dan pihak terkait. Saya juga akan menyurati pihak terkait karena ini tugas dari DPR untuk mengawasi," demikian Fadli.
[wah]
BERITA TERKAIT: