Hal tersebut diutarakan Ketua DPP Lembaga Pemantau Penyelamat Lingkungan Hidup (LP2LH), Joko, dalam siaran persnya (Senin, 11/4).
Diberitakan sebelumnya, rekayasa hukum diduga dilakukan kepada empat terdakwa bernama Bambang Supriyono, Syaiful Anwar, Yucandra, dan Budiharjo alias Acok. Mereka menentang keras alih fungsi lahan Minapolitan menjadi perkebunan kelapa sawit yang dikendalikan empat perusahaan yaitu PT NGK Utama, PT Cakrawala Agrindo Kencana, PT Palma Sukses Abadi, dan PT Kedaton. (Baca:
Aktivis Laporkan Peradilan Sesat Di Muara Bulian)
"Putusan PN Muara Bulian pada putusan nomor: 07/Pid-B/2016/Pn.Mbn berawal dari dugaan pelanggaran yang dilakukan empat perusahaan itu. Kepolisian Polres Batang Hari diduga berkomplot dengan oknum jaksa dan hakim demi kepentingan seorang pengusaha Jambi yang kerap mengaku teman dekat seorang petinggi Polri berinisial BG," kata Joko.
Tadi siang, Joko bersama sejumlah aktivis lingkungan dari Kabupaten Batang Hari, Provinsi Jambi, mendatangi kantor Komisi Yudisial (KY), Jakarta, untuk menyerahkan dugaan pelanggaran hakim dalam persidangan kasus itu.
"Kami meminta Ketua KY untuk melakukan pemeriksaaan dan menegakkan keadilan," serunya.
Apalagi, lanjutnya, keempat perusahaan tersebut dengan seenaknya telah melanggar aturan terkait kawasan Minapolitan yang beradasarkan pada Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 35 Tahun 2013 tentang Penetapan Kawasan Minapolitan. Juga bertentangan dengan Perda Provinsi Jambi Nomor 10 Tahun 2013 tentang Rencana Tataruang Wilayah Provinsi Jambi Tahun 2013-2033. Dan, surat keputusan Bupati Batang Hari Nomor 286A Tahun 2008 tentang Penetapan Lokasi Pengembangan Kawasan Minpolitan.
Kami meminta keadilan. Sejauh ini deret ukur kalkulasi profit malah berbanding terbalik dengan deret hitung kesejahteraan rakyat Jambi, khususnya masyarakat Kabupaten Batang Hari," pungkas Joko.
[ald]
BERITA TERKAIT: