Hal itu disampaikannya terkait sengketa lahan berkepanjangan antara warga tiga desa di Kecamatan Telukjambe Barat, Karawang dengan PT SAMP.
Ahmad juga menegaskan pihaknya tidak akan mengalah pada intimidasi dari pihak manapun.
"Siapapun harus tunduk dan patuh aturan. PT SAMP-APLN harus tunduk sama aturan. Jika di sana banyak oknum yang membekingi maka berhadapan dengan saya," kata Zimmy, sapaan akrab Ahmad Zamaksyari kepada wartawan, Selasa (1/3).
Wakil bupati yang baru dilantik itu mengingatkan para pengembang jika ingin berinvestasi di Karawang harus menaati aturan dan hukum yang berlaku.
Sementara, Komisi A DPRD Karawang sudah berjanji akan melayangkan surat rekomendasi pembongkaran kantor pemasaran dan reklame yang dibangun PT. SAMP yang kini berubah menjadi PT Buana Makmur Indah (BMI).
Pasalnya, pihak Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu dan Badan Pertanahan Nasional belum mengeluarkan izin dan hak atas tanah kepada PT. SAMP.
Hal ini dipertegas pernyataan Kasubsi Perkara BPN Karawang Wagita yang mengatakan pihaknya belum mengeluarkan sertifikat hak atas tanah yang diajukan PT BMI atau PT SAMP.
"Meskipun sudah ada keputusan pengadilan kami belum keluarkan, sehingga hak tanah belum atas nama PT SAMP," katanya.
Menurut Wagita, BPN mempunyai tata cara pendaftaran hak atas tanah dan tidak semata-mata tunduk kepada pengadilan.
Sementara, Jhonson Panjaitan selaku ketua tim kuasa hukum petani Telukjambe menambahkan, dalam pertemuan dengan Komisi A DPRD Karawang pada Senin lalu (22/2) membeberkan pelanggaran yang dilakukan PT SAMP-APLN. Dalam pertemuan, Jhonson mendesak Pemkab Karawang segera menyelesaikan konflik tersebut.
"Kita minta supaya DPRD menekan bupati Karawang untuk mengeluarkan surat perintah pembongkaran kantor pemasaran PT BMI," jelasnya.
Jhonson menemukan fakta-fakta adanya konspirasi antara pihak pengembang, kepolisian, dan pihak pengadilan, sehingga PT SAMP-APLN bisa mengeksekusi lahan seluas 350 hektar.
"Memang 49 orang petani kalah soal sengketa kepemilikan tanah. Mereka terbukti tidak berhak menggarap 70 hektar tanah. Namun mengapa APL mengeksekusi lahan seluas 350 hektar," ungkapnya.
Kasus perselisihan antara petani pemilik tanah dan pengembang yang paling menyita perhatian publik adalah antara warga Telukjambe Barat dan PT. SAMP sejak tahun 1990. APLN kemudian masuk dalam pusaran sengketa ini ketika pada 12 April 2012 raksasa properti tersebut mengakuisi saham PT. SAMP. Pada 24 Juni 2014 Pengadilan Negeri Karawang mengeksekusi lahan dengan menerjunkan sekitar 7.000 personil aparat kepolisian bersenjata lengkap.
Sejak itu, PT SAMP-APLN menguasai lahan seluas 350 hektar sementara luas tanah sesungguhnya yang dimenangkan di pengadilan hanya 70 hektar. Saat ini, PT. SAMP yang berubah nama menjadi PT. BMI mendirikan baliho dan kantor pemasaran di atas
lahan yang masih berstatus sengketa dengan warga. Bahkan, sebagai perusahaan terbuka, APLN telah menawarkan sahamnya ke pasar modal dunia.
[wah]
BERITA TERKAIT: