Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menilai Arif terbukti terlibat korupsi kerja sama rehabilitasi kelola dan instalasi pengolahan air di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Makassar tahun anggaran 2006-2012.
"Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama," ujar Ketua Majelis Hakim Tito Suhud membacakan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (29/2).
Majelis hakim juga menjatuhkan hukuman membayar uang penganti sebesar Rp150 juta kepada Ilham dengan ketentuan apabila tidak dibayarkan selama 1 tahun setelah putusan berkuatan hukum tetap maka harta bendanya akan disita oleh negara.
"Apabila tidak mencukupi akan diganti dengan hukuman satu tahun penjara," tutur Hakim Tito.
Vonis tersebut lebih ringan dari Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yakni delapan tahun penjara dan denda sebesar Rp 300 juta subsider tiga bulan kurungan dan pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp 5,505 miliar.
IAS ditetapkan tersangka oleh KPK sejak Mei 2014. IAS pernah lepas dari jeratan KPK saat pengajuan praperadilannya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) dikabulkan oleh hakim tunggal Yuningtyas Upiek. Namun KPK kembali
mengeluarkan surat perintah penyidikan kepada IAS.
Tidak terima, Ilham Arief kembali mengajukan gugatan praperadilan kedua di PN Jaksel dan hasilnya ditolak oleh hakim tunggal Amat Khusairi.
KPK menetapkan Ilham sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait kerja sama kelola dan transfer untuk instalasi PDAM Kota Makassar. Dia diduga melakukan korupsi bersama Direktur Utama (Dirut) PT Traya Tirta Hengki Widjadja yang juga sudah berstatus tersangka.
Ilham Arief dinilai bersalah sebagaimana dalam Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana sebagaimana dakwaan alternatif kedua.
[dem]
BERITA TERKAIT: