
 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus berani menyeret pihak-pihak yang terlibat dan membantu upaya penyamaran harta "haram" Muhammad Nazaruddin. Pihak-pihak yang membantu pencucian uang dalam pembelian sejumlah saham melalui lembaga sekuritas seperti Mandiri Sekuritas, Recapital Sekuritas, Bahana Sekuritas dan CIMB Sekuritas juga harus diusut.
"Harusnya KPK berani," tegas ahli Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU, Yenti Garnasih saat dikontak, ‎Minggu (13/12).
KPK, kata dia, tak boleh diam saja dan tidak menelusuri lebih jauh dugaan cawe-cawe tersebut. Apalagi bila KPK sudah tahu soal asal-usul kejahatan tersebut.‎
"Mulai menyelidiki dan memikirkan bahwa penerima hasil kejahatan juga pelaku TPPU pasif sepanjang mereka patut menduga apalagi kalau mengetahui asal usulnya dari kejahatan," terang Yenti.
‎Nazaruddin didakwa melakukan sejumlah TPPU dengan membeli sejumlah saham. Beberapa saham perusaahan yang dibeli suami Neneng Sri Wahyuni itu yakni, PT Garuda Indonesia, PT Bank Mandiri, PT Krakatau Steel, PT Bank Negara Indonesia (BNI), PT Bank Niaga, PT Gudang Garam, PT Berau Coal Energi, PT Jaya Agra Wattie, hingga obligasi sukuk negara ritel (surat berharga syariah).
‎Nazar, membeli saham di beberapa perusahaan ternama itu melalui Permai Grup miliknya yang membawahi beberapa perusahaan diantaranya PT Putra Pacific Metropolitan, PT Permai Raya Wisata, PT Extratech Technologi Utama, PT Darmakusumah, hingga melalui istrinya, Neneng Sri Wahyuni. Saham beberapa perusahaan yang dibeli itu melalui lembaga sekuritas seperti Mandiri Sekuritas, Recapital Sekuritas, Bahana Sekuritas dan juga CIMB Sekuritas.
Sebelumnya Yenti juga mengatakan para korporasi itu bisa dijerat dengan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
‎"Yang namanya TPPU adalah memanfatkan atau menggunakan uang atau harta kekayaan dari kejahatan, dalam hal ini dari korupsi. Memanfaatkan itu mengalirkan atau menerima aliran dana korupsi itu. Maka kalau Nazar kena TPPU karena mengalirkan maka perusahaan yang menerima juga bisa kena sepanjang yang menerima tahu atau patut menduga bahwa yang diterima berasal dari kejahatan. Bisa siapa saja yang penting mereka menerima aliran hasil korupsi dan mereka harus patut menduga," kata dia.
‎Selain "calo" atau perantara itu, Neneng yang disebut ikut berandil juga bisa dijerat. "Siapa saja yang menikmati uang hasil kejahatan dan ini tahu atau patut menduga bahwa uang itu berasal dari kejahatan yang kena. Lihat saja putusan Malinda Dee kan suaminya kena," demikian Yenti yang salah seorang panitia seleksi calon pimpinan KPK itu.
[sam]‎
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: