Perpres Satgas Kelautan Berpotensi Kangkangi Undang-undang

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Minggu, 13 Desember 2015, 16:16 WIB
Perpres Satgas Kelautan Berpotensi Kangkangi Undang-undang
net
rmol news logo Keberadaan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 115 tentang Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 19 Oktober 2015 berpotensi besar untuk digugat oleh masyarakat, lantaran bertentangan terhadap undang-undang.

Menurut Ketua Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW) Junisab Akbar, struktur dan fungsi aturan dalam Perpres bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 3/2002 tentang Pertahanan Negara dan Undang-Undang Nomor 34/2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI). Selain itu, isi Perpres tersebut secara teknis sangat kuat bertentangan terhadap prosedur tetap pengendalian pasukan yang berlaku di lingkungan TNI.

"Itu bisa menimbulkan kesan adanya superioritas sipil terhadap TNI dalam konteks operasional, akan berdampak sangat buruk. Bisa berbahaya," ujarnya kepada redaksi di Jakarta, Minggu (13/12).

Dia menjelaskan, maksud dan tujuan Perpres diklaim baik bisa memberantas illegal fishing, namun di dalam sistem tata urutan perundang-undangan keberadaan Perpres itu bukan tidak mungkin terkesampingkan dengan sendirinya karena bertentangan terhadap aturan yang lebih tinggi.

Di dalam Perpres, Presiden Jokowi telah menunjuk Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti sebagai Komandan Satgas. Namun, dalam pasal 3d Perpres itu ditemukan hal menggelitik sebab Satgas berwenang melaksanakan komando dan pengendalian yang meliputi kapal, pesawat udara, dan teknologi lainnya dari TNI AL.
"Itu seperti hendak menumpangi kewenangan TNI oleh sipil yang tidak memahami sistim komando. Kewenangan yang sepertinya ideal itu jelas bertentangan terhadap pasal 18 ayat 2 UU Nomor 3/2002 bahwa hanya Panglima TNI yang bisa menyelenggarakan strategi dan operasi militer," jelas Junisab.

Menurutnya, Perpres juga bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 34/2004 pasal 19 ayat 1 yang menyatakan tanggung jawab penggunaan kekuatan TNI berada pada Panglima TNI, serta ayat 2 dalam hal penggunaan kekuatan sebagaimana dimaksud.

"Tidak ada lembaga yang bisa memerintah kekuatan TNI kecuali oleh Panglima TNI atas perintah dari Presiden," tambah Junisab.

Berikutnya, peluang melawan undang-undang dalam Perpres terdapat pada pasal 4 ayat 1 yang menyebut bahwa pelaksana harian satgas adalah Wakil Kepala Staf Angkatan Laut.

Padahal, sesuai ketentuan hukum positif yang berlaku, dalam tata kelola komando dan pengendalian TNI sama sekali tidak ada otoritas Wakasal melaksanakan komando dan pengendalian. Karena komando dan pengendalian ada pada level para Panglima Armada.

"Walau Perpres itu dianggap baik dalam upaya pemberantasan illegal fishing tetapi tidak bisa dibentuk dengan cara-cara melawan undang-undang. Minimal, strukturnya harus diperbaiki agar tidak merusak tata laksana pranata TNI," demikian Junisab. [wah]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA