Mustika Sinaga menceritakan, pada 5 Oktober 2015, dia dan rekannya Syaiful Bahari menyerahkan laporan langsung ke kantor KY di Jakarta, yang diikuti dengan laporan kedua pada 12 Oktober 2015, yang meminta KY untuk menindaklanjuti laporan pertama serta pengajuan permohonan pemantauan pengadilan yang tengah berlangsung.
"Namun tidak ada tanda-tanda apakah laporan tersebut sudah diselidiki kebenarannya atau masuk tong sampah," kata Mustika Sinaga kepada wartawan, Rabu (18/11).
Dan pada 17 November 2015, mereka lagi-lagi menyambangi kantor KY dan menyerahkan surat baru yang memepertanyakan status dari laporan yang sudah diserahkan. Namun yang didapat, seorang staf KY bernama Putra, yang menemui mereka memberitahukan bahwa, laporan 5 Oktober belum masuk tahap registrasi karena seluruh komisioner KY sedang dalam periode pergantian dan dalam fase demisioner, dengan demikian semua laporan yang masuk per 1 Oktober juga 'didemisionerkan' dalam artian tidak diproses.
"Jawaban ini sangat menggelikan dan sangat jauh dari citra yang KY coba bangun dan berikan kepada masyarakat. Dengan jengkel kami menanyakan, dimana aturan mainnya, bahwa dalam keadaan demisioner, laporan-laporan yang masuk tidak dapat diproses?" tanya Mustika Sinaga.
"Masak di gedung sebesar dan semegah ini, pemeriksaan sebuah laporan tergantung pada tujuh komisioner saja? Pasti ada team pintar yang melakukan penyelidikan tahap awal sebelum ke komisaris? Dan mengapa waktu menerima laporan kami tertanggal 5 Oktober, informasi itu tidak diberikan? Bagaimana KY menanggapi laporan-laporan anonim jika laporan langsung dengan identitas jelas saja disikapi seperti ini?" tanya dia kembali.
Atas dasar itu, timpal Syaiful Bahari, pertanyaan-pertanyaan yang tidak dapat dijawab oleh staf KY itu melahirkan somasi terhadap tujuh komisioner demisioner KY.
"Kami berharap dengan somasi ini kami dapat mengetahui jawaban KY atas kinerja tersebut yang tentunya dengan jawaban yang dapat diterima dengan logika," tukasnya.
[rus]
BERITA TERKAIT: