Ketua Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI), Fadli Nasution menyampaikan hal ini menanggapi adanya wacana Presiden Joko Widodo untuk mempertimbangkan Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) kasus Bambang Widjojanto (BW).
"Konstitusi kita menegaskan Indonesia adalah negara hukum, karena itu siapapun yang melanggar hukum wajib diproses secara sama, sesuai dengan prinsip equality before the law, persamaan di hadapan hukum," tegas Fadli.
"Jadi tidak dibedakan karena pangkat dan jabatannya," tambahnya kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (6/10).
Perkara BW sendiri, lanjut Fadli, tidak terkait dengan jabatannya sebagai pimpinan KPK waktu itu, murni pidana kesaksian palsu di hadapan persidangan pengadilan. Karena pidana biasa maka sebaiknya diselesaikan di pengadilan. Dengan begituM, jika BW merasa tidak bersalah dapat membuktikannya di pengadilan.
Sebelumnya para akademisi meyakini banyak pelanggaran atas hukum acara dan peraturan perundangan dalam proses penetapan tersangka dan penanganan perkara BW. Akademisi lintas kampus akan menyampaikan pendapat akademik itu kepada Presiden Jokowi. Langkah itu ditempuh setelah polisi melimpahkan perkara BW ke penuntut umum.
Menurut Fadli, sah-sah saja para akademisi melakukan kajian hukum terhadap perkara BW yang menyita perhatian publik. Hasil kajian tersebut tentu akan bermanfaat bagi perkembangan ilmu hukum sebagai bahan perkuliahan di kampus, jika kemudian disampaikan kepada Presiden, bukan berarti untuk mengintervensi proses penegakan hukum yang sedang berjalan.
"Pada saatnya nanti dalam proses persidangan BW di pengadilan jika berjalan, para akademisi tersebut juga bisa membantu memberikan keterangan sebagai ahli yang meringankan BW, dalam rangka mencari kebenaran dan keadilan," tutup Fadli.
[wid]
BERITA TERKAIT: