Harapan itu sempat menguat ketika Menkopolhukkam dan Jaksa Agung memprakarsai pembangunan mekanisme penyelesaian HAM berat masa lalu.
Namun sayang, prakarsa kemudian menyimpang dari nawacita Jokowi. Ini lantaran penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu direduksi dalam bentuk Komisi Ad Hoc Pengungkapan Kebenaran dan Pemulihan Korban, yang justru mengabaikan pengungkapan kebenaran.
"Prakarsa itu hanya akan berfokus pada rekonsiliasi tanpa dasar kebenaran. Siapa yang akan diajak rekonsliliasi, siapa korban, siapa pelaku tidak pernah akan teridentifikasi. Langkah ini akan semakin kabur, mengenai kepada siapa pemulihan akan diperuntukkan," begitu dikatakan Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos dalam konferensi pers di Kantornya, Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, Senin (28/9).
Ia kemudian mendesak Jokowi untuk bentuk Komisi Ad Hoc Pengungkapan Kebenaran dan Pemulihan Korban yang berbeda dari bentukkan Menko Polhukkam dan Kejaksaan Agung, yang hanya mendesain rencana permintaan maaf dan pemulihan korban.
Menurutnya, Komisi Ad Hoc bentukan Jokowi itu harus terdiri dari tokoh-tokoh masyarakat yang mempunyai komitmen tinggi terhadap kemanusiaan dan HAM.
"Mereka bukanlah perwakilan dari berbagai Kementerian atau institusi negara seperti TNI, Polri, dan BIN. Tetapi tokoh independen dan imparsial. Mustahil lembaga ini diisi oleh elemen negara, karena dalam konstruksi hukum HAM, aktor utama pelanggaran HAM adalah negara," tegas pria yang akrab dipanggil Coki ini.
[ian]
BERITA TERKAIT: