Anggota Komisi III DPR, Arsul Sani mengatakan, pihaknya bisa memahami jika alasan penyidik kepolisian memproses kasus Novel karena ada ancaman kadaluarsa atau lewat waktu.
"Seperti dikatakan pak JK (Jusuf Kalla), kalau polisi diam saja, tidak memproses kasus ini tentu ada keadilan yang tidak terpenuhi, yaitu pihak-pihak yang menjadi korban dari jajaran kepolisian, Satreskim di Bengkulu yang dipimpin Novel Baswedan," ujar Arsul saat berbicara dalam diskusi polemik mingguan di bilangan Cikini Raya, Jakarta Pusat, pagi ini (Sabtu, 2/5).
Demikian pula langkah penjemputan paksa atau penangkapan itu dilakukan dalam kerangka agar kepolisian bisa memenuhi permintaan institusi penuntutan, dalam hal ini kejaksaan di Bengkulu. Namun kemudian, lanjut Arsul, tidak ada salahnya kepolisian mempertimbangkan untuk tidak meneruskan penahanan Novel. Apalagi, ada tiga aspek intersubjektif yang harus dipenuhi untuk melakukan penahanan terhadap seseorang. Ketiga aspek intersubjektif itu adalah khawatir yang ditersangkakan itu mengulangi perbuatannya, melarikan diri atau menghilangkan barang bukti.
"Saya sementara ini, melihat, kalau proses ini sudah selesai, maka tiga aspek intersubjektif itu belum kelihatan pada diri Novel Baswedan, jadi tidak perlu dilanjutkan penahanannya," ucapnya.
Kalau kepolisian tetap melanjutkan penahanan Novel, ia khawatir kepentingan yang lebih besar terganggu yakni emosi masyarakat menjadi teraduk-aduk. Kemudian, diakui atau tidak pasti akan menganggu kinerja KPK secara emosi.
"
Toh penahanan rutan itu hanya satu pilihan saja. Kalaupun tidak dilepaskan atau ditangguhkan secara keseluruhan, bisa saja diubah misalnya, dengan penahanan kota sehingga Novel masih bisa melanjutkan tugas-tugasnya sebagai penyidik di KPK," tandasnya.
[wid]
BERITA TERKAIT: