"Tokoh agama dan masyarakat wajib bergerak, terlebih ini soal keadilan. Dalam agama, ketidakadilan itu kasus kolektif bukan pribadi. Haram hukumnya apatis, masa bodoh dengan vonis nenek Asyani. Khususnya tokoh agama dan masyarakat Situbondo," tegasnya.
Menurutnya, apa yang dialami nenek Asyani sudah masuk ranah kewajiban kolektif (fardhu kifayah). Sehingga, mendiamkan tanpa aksi termasuk rendahnya kualitas iman. Ia juga menjelaskan, alangkah ironisnya apabila tokoh agama dan masyarakat Situbondo tidak ada upaya membantu ketidakadilan yang dihadapi nenek Asyani.
"Melihat fenomena ini dengan ushul fiqh, bagi tokoh agama pasti paham. Tapi paham saja tidak cukup, tokoh agama wajib turun tangan, termasuk masyarakat. Ini terkait fardhu kifayah, semua memiliki hak untuk membantu. Jika satu desa belum mampu, ya se-kabupaten wajib untuk turun tangan," tambahnya.
Cucu KH Abdullah Siradj ini berharap, para tokoh agama, khususnya yang ada di Situbondo tidak sekedar mengajarkan agama dengan cuap-cuap di majlis, tapi juga dengan memberikan tauladan.
Seperti diberitakan, majelis hakim Pengadilan Negeri Situbondo, Kamis (23/4) lalu, menjatuhkan vonis satu tahun penjara dengan masa percobaan 15 bulan kepada nenek Asyani, warga Dusun Krastal, Desa Jatibanteng, Kecamatan Jatibanteng, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur. Asyani adalah terdakwa kasus pencurian tujuh batang kayu milik Perum Perhutani setempat.
Selain itu, majelis hakim yang dipimpin Kadek Dedy Arcana juga menjatuhkan denda sebesar Rp 500 juta dengan subsider satu hari masa kurungan. Namun, karena pertimbangan usia dan kesehatan nenek Asyani, subsider kurungan tersebut tidak perlu dijalani oleh yang bersangkutan.
Sementara itu, penasihat hukum Asyani, Supriyono, mengaku tidak terima dengan putusan hakim tersebut. Untuk itu, dia menyatakan akan menempuh banding atas putusan bersalah terhadap Asyani.
[wid]
BERITA TERKAIT: