SEMA Nomor 7/2014 Bertentangan dengan Semangat Keadilan!

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Kamis, 09 April 2015, 17:39 WIB
SEMA Nomor 7/2014 Bertentangan dengan Semangat Keadilan<i>!</i>
rmol news logo Penerbitan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali (PK) dalam Perkara Pidana telah memantik kontroversi.

Peneliti Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP) Robert Sidauruk mengatakan diterbitkannya SEMA Nomor 7 Tahun 2014, justru bertentangan dengan semangat keadilan. Pasalnya, dalam SEMA tersebut, pengajuan PK hanya boleh dilakukan satu kali.

"Putusan Mahkamah Konstitusi pada 2013, mengenai peninjauan kembali yang boleh dilakukan lebih dari satu kali sebenarnya didasari semangat keadilan. Diterbitkannya SEMA nomer 7 tahun 2014 hal yang bertentangan dengan asas keadilan, khususnya saat ditemukan adanya bukti baru sebagai syarat PK," papar Robert saat jumpa pers di Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (9/04)

Disamping itu, lanjut Robert, proses peradilan pidana di Indonesia memiliki potensi peradilan sesat dan kekeliruan dalam proses pengadilan. Untuk itulah pengaturan PK perlu diperhatikan.

"Pembatasan PK memutus hak seorang terpidana. Melalui SEMA, seolah-olah mengurangi akses dan hak materil seseorang dalam hukum pidana," imbuhnya.

Diketahui bahwa PK dalam sistem peradilan pidana di Indonesia memasuki babak baru sejak dikeluarkannya Putusan MK No. 34/PUU-XI/2013.

MA pada akhir 2014 kemudian mengeluarkan SEMA No. 7 tahun 2014 (SEMA 7/2014) yang pada intinya menegaskan bahwa permohonan peninjauan kembali atas dasar ditemukannya bukti baru hanya dapat diajukan satu kali, sedangkan permohonan peninjauan kembali dengan dasar adanya pertentangan putusan dapat diajukan lebih dari satu kali.

Lahirnya SEMA 7/2014 kemudian menuai pro dan kontra, bahkan rencana untuk melakukan Judicial Review terhadap SEMA 7/2014 saat ini tengah dipersiapkan. Sebagai catatan, pemerintah juga sudah memasukkan RUU KUHAP ke dalam daftar UU yang akan dibahas paling tidak dalam 5 tahun ini. Untuk itu perlu untuk melihat bagaimana model yang tepat dalam pengaturan Peninjauan Kembali dalam RUU KUHAP dna bagaimana rencana Judicial Review terhadap SEMA 7/2014 akan dilakukan.

Para aktivis dari sejumlah lembaga yang tergabung dalam Komite KUHAP menilai pengaturan upaya PK, perlu ditinjau ulang, agar memenuhi prinsip keadilan bagi setiap warga negara.

Komite KUHAP memandang bahwa pengaturan PK harus didudukkan kembali pada dasar pembentukannya, yaitu karena adanya kekeliruan dalam proses peradilan pidana. Terlebih lagi, kekeliruan dalam sistem peradilan di Indonesia masih berpotensi tinggi, akibat minimnya bidang pengawasan.

Atas dasar tersebut, Komite KUHAP memandang bahwa pemerintah perlu berkonsentrasi dan serius dalam melakukan pembahasan ke depan terkait isu PK. Robert mengatakan, sebaiknya PK tidak dilihat sebagai prosedur hukum formal, tetapi mekanisme bagi para pencari keadilan.[wid]


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA