"Sama sekali tidak pernah terpikir di benak saya untuk meminta keringanan baik lewat kawan-kawan saya di PDIP apalagi ke KPK atau Abraham Samad," kata Emir Moeis usai diperiksa di Bareskrim Mabes Polri Jakarta, Rabu (11/2).
"Bisa saja teman-teman berkomunikasi dengan Samad mengenai kasus saya. Tapi saya tidak pernah minta," tambah Emir.
Jika menyimak dari pemberitaan yang ada, ia justru menilai Abraham Samad-lah yang menawarkan bantuan hukum dan bukan dari kubu PDIP. Terlebih jika tawaran itu disampaikan ketika jelang pemilihan cawapres Jokowi.
"Jadi kalau pak Samad mengatakan hal itu pada Hasto, itu adalah suatu lips service, bargaining politic dan kebohongan," katanya.
Emir tetap merasa dizalimi karena status tersangkanya ditetapkan tanpa proses pemanggilan. Bahkan ia pun telah dijatuhi hukuman tiga tahun penjara.
"Itu menunjukkan saya dibantai dan dizalimi," protesnya.
Saksi-saksi juga baru diperiksa setelah pihaknya dijadikan tersangka.
"Nah dari 33 saksi itu cuma hanya satu orang yang memberatkan saya," beber Emir.
Kebanyakan saksi yang dihadirkan merupakan pejabat di proyek Tarahan yang notabene tak satupun mengenalnya, apalagi berbicara soal proyek.
"Penegak hukum terlalu percaya kepada kebohongan Pirooz, seorang warga negara yang memalsukan dokumen-dikumennya," tambah Emir.
Dalam situasi seperti itulah dan satu-satunya saksi bohong yang memberatkan Emir Moeis, mantan anggota DPR itu ditahan.
"Saya merasa tidak mendpat keadilan karena saksi yang memberatkan saya itu juga tidak dihadirkan di pengadilan," katanya.
"Sempat juga bertanya di dalam hati, apakah karena saya petinggi PDIP maka saya ditargetkan seperti ini?" kata Emir.
[wid]
BERITA TERKAIT: