"Undang-undang Arbitrase No 30 tahun 1999 menyebut bahwa pengadilan tidak punya kompetensi, tidak memiliki wewenang untuk mengadili satu perkara yang telah disepakati oleh kedua pihak yang diselesaikan oleh BANI," ujar Ketua Komisi Yudisial Suparman Marzuki dalam keterangan pers yang diterima redaksi (Senin, 10/11).
Tetapi, diakui dia, di Indonesia peraturan perundangan-undangan ini banyak diabaikan oleh pengadilan.
"Sebagian hakim mengatakan, mereka tidak boleh menolak perkara yang diajukan. Nah, ini menurut saya keliru," ujarnya.
Lebih lanjut Suparman menyoroti hakim yang mengadili peninjauan kembali yang diajukan PT Berkah Karya Bersama dalam sengketa TPI, yakni Wakil Ketua Mahkamah Agung (MA) M Sholeh. Pasalnya yang bersangkutan tidak mempunyai kompetensi absolut.
Padahal seorang hakim wajib menolak perkara yang bukan merupakan kompetensi absolutnya. Bila tetap menangani perkara yang tidak termasuk dalam wilayah kompetensi absolutnya, hakim bersangkutan dapat dikategorikan sebagai pelanggaran.
Perseteruan TPI (kini MNC TV) sudah berlangsung lama. Dalam prosesnya, PT Berkah menang di PN Jakpus dan banding dan menjadikan PT Berkah sebagai pemegang saham televisi swasta tersebut. Namun di tingkat kasasi, 2 Oktober 2013, MA mengembalikan TPI ke pihak Tutut. PT Berkah kemudian mengajukan PK.
[dem]
BERITA TERKAIT: