Kepastian itu didapat setelah melalui serangkaian proses analisa dan pemeriksaan barang bukti suara berbentuk digital. Adapun Meris dalam banyak kesempatan selalu membantah suara dalam rekaman tersebut bukanlah dia.
"Dari hasil analisis sampel yang kita terima suaranya identik," kata Nuh saat dihadirkan sebagai ahli dalam sidang Artha Meris di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (23/10).
Selain sampel suara Artha Meris dan Deviardi, kata Nuh, dia juga mendapatkan perintah untuk melakukan analisa terhadap sampel suara mantan kepala SKK Migas Rudi Rubiandini, Deviardi, pejabat SKK Migas Gerhard Marten Rumeser, serta ayah Meris, marihad Simbolon. Dia mengukur kesamaan suara itu dari komponen performa, bandwith (rentang), dan pitch.
Nah, dari analisa suara itu dilakukan dengan cara membandingkan suara tiap kata. Sebab, menurutnya, dalam Standar Operasi Prosedur memang diharuskan memerika kemiripan minimal 20 kata, supaya bisa diambil kesimpulan identik.
"20 kata itu kita mengikuti prosedur FBI. Dari hasil analisa, kita dapatkan 20 kata yang memiliki kemiripan secara audio dan teknis," terang pria lulusan kampus Inggris dan India itu.
Selebihnya, dia mengatakan ada dua cara untuk mengidentifikasi sidik suara (voiceprint) seseorang dalam rekaman sadapan. Pertama adalah dengan analisa algoritma dan kedua dibantu dengan alat bantu berupa perangkat lunak.
Meris sendiri tak mau menanggapi keterangan yang disampaikan oleh Nuh. Dia menyatakan akan menanggapinya dalam nota pembelaan alias pledoi-nya.
Mendengar kesaksian itu, Meris tidak mengajukan pertanyaan. Dia hanya mau menanggapi kesaksian Nuh dalam nota pembelaan (pledoi).
[zul]
BERITA TERKAIT: