Fakta itu diutarakan oleh Ketua Tim Lelang Pengadaan 100 ATM Bank DKI Budi Mulio. Dia mengatakan itu saat memberikan keterangan di persidangan yang berlangsung di Pengadilan Tipikor Jakarta baru-baru ini.
Kata Budi, pihaknya ‎telah melaporkan dua kali hasil evaluasi tim perencanaan Internal Bank DKI kepada Bank Indonesia sebagai otoritas perbankan di Indonesia.‎
"Kita laporkan ke Bank Indonesia pada surat pertama, kita revisi lokasi-lokasi tersebut, kita laporkan lagi ke Bank Indonesia dan sudah disetujui sebelum pelelangan," kata dia.
Budi juga menjelaskan jika Bank DKI gagal melaksanakan rencana pengembangan layanan ATM yang telah disetujui oleh BI. Imbasnya, Bank DKI akan mendapatkan sanksi berat dari BI.
"Maka resikonya bank DKI dapat diberikan sanksi operasional oleh Bank Indonesia dan menurunkan reputasi perbankannya sekaligus meningkatkan risiko bank secara umum,†urainya.
Budi mengaku tak tahu alasan tersendatnya pembayaran yang dilakukan oleh bank DKI kepada PT KSP. Dia bilang, tugasnya hanya melakukan pembayaran.
“Kalau sampai ke meja saya, ya saya bayar kalau tidak, saya tidak tau kenapa dan alasan apa dan memang pembayaran terakhir baru dilakukan pada bulan Mei untuk pembayaran Februari 2011," terang dia.
Akibat keterlambatan pembayaran yang dilakukan oleh Bank DKI tersebut menyebabkan pembayaran terhadap vendor-vendor yang dilakukan oleh PT KSP pun mengalami keterlambatan, salah satunya mitra PT. ISO. Hal inilah yang membuat Komisari Utama PT ISO pun menanyakan langsung mengenai hal itu kepada pihak Bank DKI.
Sementara itu, Dirut PT. ISO, Lily Suliandri mengakui‎ adanya pertemuan antara komisaris PT ISO Rudi Ramly ( Eks Dirut Bank Bali ) dengan Direktur Operasional Bank DKI Ilhamsjah Junus. Pertemuan, untuk menanyakan perihal keterlambatan pembayaran bank DKI kepada PT ISO.
“Kami diinformasikan pembayaran terjadi keterlambatan ke PT ISO karena sudah beberapa bulan pembayaran PT Bank DKI juga tersendat, untuk itu kami meminta waktu pertemuan antara Pak Rudy Ramli dan dir operasional pak Ilham untuk mengonfirmasi situasi tersebut dan ternyata memang begitu adanya setelah itu kami bersedia menunggu,†kata Lily.
Dalam kesaksiannya Lily Suliandari pun menyatakan bahwa yang menjadi dasar acuan kerjasama antara perusahaan tempatnya berkerja dengan PT KSP bukan lagi berdasarkan kepada surat perintah kerja melainkan nota kesepakatan kedua belah pihak.
"Kerjasama dengan PT KSP dasar awalnya adalah SPK tapi terus kami lakukan revisi sesuai hak dan tanggung jawab masing-masing pihak yang dituangkan dalam Nota Kesepakatan pada bulan February 2010,†kata Lily.
Saksi Lily pun menegaskan bahwa dalam Nota kesepakatan tersebut beberapa hal di antaranya mesin ATM, jaminan SLA 97 persen serta pembayaran denda dan pekerjaan monitoring yang menjadi pekerjaan utama PT KSP ke PT Bank DKI tidak masuk di dalamnya. Pembayaran pun berbeda dengan PT Bank DKI ke KSP di akhir bulan, PT ISO menerima pembayaran disetiap awal bulan sebelumnya.
[sam]
BERITA TERKAIT: