Jaksa berpendapat bahwa tak mungkin mobil tersebut dipinjamkan oleh Wasit tanpa maksud tertentu. Apalagi, saat mobil diberikan pada Juli 2010, Anas sudah menempati posisi strategis. Sebagai anggota DPR RI, Ketua Fraksi Demokrat di DPR RI dan Ketua Umum Partai Demokrat.
"Dari keterangan saksi Wasit dan Nunung bahwa alasan meminjamkan karena kasihan terdakwa saat itu tak punya mobil. Padahal saat itu terdakwa punya mobil Toyota Harrier B 15 AUD yang diberikan Nazaruddin tahun 2009," kata Jaksa KPK, Eva Yustiana, dalam sidang lanjutan terdakwa Anas di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (11/9).
"Mobil Vellfire ini tak mungkin diberikan dengan maksud apapun, mengingat saat itu jabatan terdakwa sudah sebagai anggota DPR RI, ketua fraksi, dan sebagai Ketum Demokrat dan sudah memiliki kewenangan dan pengaruh kekuasaan kepada instansi-instansi," sambung Eva.
Jaksa juga menyinggung masalah penjualan mobil Toyota Harrier berpelat nomor B 15 AUD. Adapun Anas menyebutkan bahwa mobil tersebut telah dijual pada Juli 2010. Penjualan dilakukan melalui Nurahmad Rusdam, orang yang bekerja pada terdakwa Anas Urbaningrum. Mobil itu dijual dengan harga Rp 500 juta ke Graha Oto yang membayarkannya langsung melalui rekening Nurahmad.
"Tapi berdasarkan data Samsat Jaksel tanggal 15 juli. 2010 diperoleh informasi telah diterbitkan perubahan identitas nomor kendaraan mobil Toyota Harrier tahun 2009. Semula B 15 AUD berubah menjadi B 2170 H. Namun kepemilikan kendaraan tak berubah masih tercatat atas nama AU dengan alamat Duren Sawit. Bahwa penjualan mobil ini tak logis, surat-surat masih baru dan jika memang dijual terjadi perubahan kepemilikan," tandas Eva.
Dalam kasus ini, Anas oleh Jaksa didakwa menerima hadiah atau gratifikasi berupa 1 unit Mobil Toyota Harrier B 15 AUD senilai Rp 670 juta dan 1 unit Mobil Toyota Vellfire B 69 AUD senilai Rp 735 juta. Mantan Ketua Umum Partai Demokrat itu juga didakwa menerima kegiatan survei pemenangan dalam bursa Ketua Umum Partai Demokrat 2010 dari Lingkaran Survei Indonesia (LSI) senilai Rp 478 juta, serta menerima uang sebanyak Rp 116,5 miliar dan sekitar US$ 5,2 juta.
Dalam dakwaan juga disebut, Anas mengeluarkan dana untuk pencalonan sebagai Ketum pada Kongres Partai Demokrat tahun 2010 di Bandung, Jawa Barat. Sebesar US$ 30,9 ribu untuk biaya posko tim relawan pemenangan Anas di Apartemen Senayan City Residence, dan sebesar US$ 5,17 ribu untuk biaya posko II di Ritz Carlton Jakarta Pacific Place.
Selain itu, Anas juga disebut mengeluarkan biaya-biaya untuk pertemuan dengan 513 DPC dan DPD pada Januari 2010, pertemuan dengan 430 DPC pada Februari 2010, dan biaya mengumpulkan 446 DPC pada Maret 2010.
[ald]
BERITA TERKAIT: