"Hartati tidak pernah ditetapkan sebagai justice collaborator, atau jangan-jangan (bebas karena) justice calculator," kata peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW) Emerson Yutho di Jakarta (Minggu, 31/8).
Hartati telah bebas dari menjalani hukuman di penjara Pondok Bambu dua hari lalu. Hartati adalah Direktur Utama PT Hardaya Inti Plantation dan PT PT Cipta Cakra Murdaya (CCM). Dia divonis 2 tahun 8 bulan penjara oleh Pengadilan Tipikor karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berkelanjutan dengan memberikan uang senilai total Rp 3 miliar kepada Bupati Buol Amran Batalipu terkait kepengurusan izin usaha perkebunan di Buol, Sulawesi Tengah.
Hartati yang pernah menjadi Dewan Pembina Partai Demokrat mulai ditahan di Rumah Tahanan Pondok Bambu pada 12 September 2012.
Dijelaskan Emerson, dalam PP 99/2012 disebut bahwa pembebasan bersyarat dimungkinkan diberikan kepada terpidana tindak pidana korupsi yang sudah menjalani 2/3 masa tahanan. Pemberian bebas bersyarat juga dimungkinkan selama terpidana berkelakuan baik, membayar uang pengganti atau denda yang diatur pengadilan dan mendapat rekomendasi dari penegak hukum atau Dirjen Pemasyarakatan. Syarat lain adalah bekerjasama dengan penegak hukum untuk mengungkap kasusnya alias menjadi justice collaborator.
Selain merugikan masyarakat, kata Emerson, KPK adalah pihak yang paling dirugikan atas pembebasan bersyarat Hartati.
Menurut dia, pembebasan bersyarat Hartati menambah panjang catatan narapidana korupsi yang bisa menghirup udara segar sebelum waktunya. Dia mencatat sudah ada belasan narapidana koruptor yang mendapat pembebasan bersyarat dari pemerintah.
"Sudah ada 16 koruptor yang mendapatkan pembebasan bersyarat dari Kemenhumham," imbuhnya.
[dem]
BERITA TERKAIT: