Usut Peran Jero Wacik dalam Kombinasi Korupsi Politik dan Ekonomi

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-1'>ALDI GULTOM</a>
LAPORAN: ALDI GULTOM
  • Kamis, 15 Mei 2014, 10:35 WIB
Usut Peran Jero Wacik dalam Kombinasi Korupsi Politik dan Ekonomi
jero wacik/net
rmol news logo Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah menetapkan status hukum Sutan Bhatoegana sebagai tersangka dalam dugaan korupsi perubahan APBN di Kementerian ESDM tahun 2013.

Kini, KPK perlu lebih mendalami kasus suap di lingkungan SKK Migas dan menyelidiki keterlibatan Menteri ESDM, Jero Wacik.

"Bila menggunakan asas follow the money, maka sektor energi khususnya minyak dan gas dan Kementerian ESDM, masih akan menjadi sektor yang dipenuhi korupsi mengingat jenis energi ini menguasai 79,8 persen sumber energi utama dunia," kata Ketua-bersama Pusat Studi Antikorupsi dan Good Governance UKSW Salatiga, Theofransus Litaay, kepada Rakyat Merdeka Online, Kamis (15/5).

Alur pemasokan energi serta perubahannya, dari pengumpulan menjadi energi yang siap digunakan, biasanya melibatkan banyak yurisdiksi dan lembaga serta kepentingan. Sehingga pada berbagai titik dapat ditemukan kelemahannya berupa praktik suap dan kebocoran dana, terutama di negara seperti Indonesia yang masih sarat dengan korupsi.

Dia menerangkan, dalam kaitan dengan kasus di atas, maka terbentuk kombinasi antara korupsi politik dan ekonomi yang melibatkan dua kepentingan yaitu pembuat kebijakan publik yang diwakili politisi pemburu rente pada satu sisi, dan penerima manfaat yang diwakili pelaku usaha yang akan menggunakan kebijakan tersebut pada sisi yang lain.

Ketika dua kepentingan ini bertemu, dalam kondisi penegakan hukum dan integritas politik yang rendah, maka dua kepentingan tersebut saling melayani dan menjawab kepentingan kedua belah pihak. Pihak pembuat kebijakan menerima uang atas kebijakan publik yang dilahirkannya, sedangkan pihak pengguna menyediakan sejumlah uang sebagai "investasi" atas keuntungan lebih besar yang akan dinikmatinya dari hasil perselingkuhan kekuasaan tersebut (kekuasaan politik dan ekonomi).

Ironisnya, lanjut Theo, hal ini terjadi pada saat rakyat di daerah-daerah asal ekstraksi sumberdaya energi tersebut tidak dapat menikmati secara optimal manfaat dari kebijakan energi yang dilahirkan oleh para pembuat kebijakan, termasuk DPR.

Studi yang dipublikasikan Bank Dunia pernah menunjukkan bahwa dampaknya terhadap penduduk miskin bisa sebesar 30-50 persen dari anggaran yang seharusnya dinikmati oleh penduduk miskin untuk bisa meningkatkan kesejahteraan hidup mereka. Korupsi yang sistemik semacam ini sudah masuk dalam kategori grand corruption karena terjadi secara berkelanjutan.

" Hal ini memberikan pesan kepada Presiden terpilih nantinya untuk melakukan reformasi terhadap sistem perdagangan energi Indonesia, serta mengambil langkah-langkah yang dapat mencegah lahirnya kombinasi korupsi politik dan ekonomi, serta membersihkan lingkaran kekuasaan dari para pemburu rente yang korup," ujar Theo. [ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA