Dakwaan Menyuap Akil Mochtar Dibacakan, Ratu Atut Tidak Melawan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Selasa, 06 Mei 2014, 13:35 WIB
Dakwaan Menyuap Akil Mochtar Dibacakan, Ratu Atut Tidak Melawan
ratu atut/net
rmol news logo Gubernur Banten non aktif, Ratu Atut Chosiyah, didakwa bersama-sama dengan adiknya, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, memberi uang suap Rp 1 miliar kepada Akil Mochtar selaku Ketua Mahkamah Konstitusi (MK). Uang suap diberikan melalui advokat Susi Tur Andayani.

Uang diberikan agar Akil mengabulkan permohonan gugatan pasangan Amir Hamzah-Kasmin bin Saelan terhadap pasangan Iti Octavia Jayabaya-Ade Sumardi.

Begitu dikatakan Jaksa KPK, Edi Hartoyo, saat membacakan surat dakwaan Atut dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa (6/5).

Dalam uraiannya, dia menjelaskan kronologi terjadinya praktik suap ini. Kata dia, peristiwa terjadi saat kemenangan pasangan Iti Octavia Jayabaya-Ade Sumardi digugat oleh duet Amir Hamzah-Kasmin bin Saelan melalui penasihat hukum Rudi Alfonso pada 8 September 2013.

Akil Mochtar awalnya sempat meminta imbalan Rp 3 miliar untuk mengurus sengketa pemilihan kepala daerah Lebak, Banten. Duit itu diminta supaya MK menganulir kemenangan duet Iti Octavia Jayabaya-Ade Sumardi dan menetapkan pemungutan suara ulang dalam pilkada Lebak. Itu dimaksudkan agar terbuka peluang bagi pasangan Amir Hamzah-Kasmin memenangkan pilkada itu.

"Selang empat hari selepas gugatan masuk, Akil yang sudah menjabat Ketua MK membentuk Hakim Panel sengketa pilkada Lebak dengan komposisi Akil sebagai Ketua merangkap anggota, dan Maria Farida Indrati dan Anwar Usman sebagai anggota," lanjut dia.

Pada 16 September 2013, advokat Susi Tur Andayani menghubungi Akil melalui pesan singkat setelah bertemu dengan tim sukses Amir-Kasmin. Susi meminta bantuan supaya Akil membantu mengurus perkara itu. Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah, mengutus adiknya, Tubagus Chaeri Wardhana Chasan alias Wawan, buat menemui Akil dan membahas soal sengketa pilkada Lebak. Pertemuan Wawan dan Akil terjadi di rumah dinas Ketua MK di Jalan Widya Chandra III nomor VII, Jakarta Selatan, pada 25 September 2013.

Sehari kemudian, 26 September 2013, sekitar pukul 17.30 WIB, advokat Susi Tur Andayani mengikuti pertemuan di Kantor Gubernur Provinsi Banten. Dalam pertemuan itu hadir Atut, serta calon Bupati dan Wakil Bupati Lebak, Amir Hamzah-Kasmin. Dalam pertemuan itu, Amir Hamzah melaporkan kepada Atut mengenai peluang dikabulkannya perkara permohonan keberatan hasil pilkada Kabupaten Lebak, Banten.

"Atut memerintahkan supaya perkara perselisihan hasil pemilihan kepala daerah Kabupaten Lebak harus dimenangkan, dan meminta supaya pemungutan suara ulang dilakukan pada Desember. Dengan tujuan supaya pemerintahan dapat dikendalikan. Untuk itu, Atut meminta supaya menyelesaikan urusan uang untuk diberikan kepada Akil Mochtar," terang dia.

Jaksa KPK lainnya, Wiraksajaya melanjutkan, dua hari kemudian Susi melapor ke Akil melalui telepon genggam soal hasil pembicaraan dengan Atut dan lainnya. Akil lantas menjawab permintaan Susi.

"Akil mengatakan, 'Suruh dia siapkan tiga M-lah (3 miliar) biar saya ulang," kata dia.

Pada 30 September 2013, Wawan bertemu dengan Susi di Hotel Ritz Carlton, Jakarta Selatan. Mereka membahas soal permintaan uang Rp 3 miliar dari Akil jika pasangan Amir Hamzah-Kasmin ingin menang sengketa pilkada.

"Dalam pertemuan itu, Wawan menerima telepon dari Atut supaya mau membantu menyediakan uang suap. Wawan lalu menyampaikan kepada Susi hanya siap memberikan Rp 1 miliar kepada Akil," ujar Jaksa Wiraksajaya.

Kemudian, pada 1 Oktober 2013, Wawan memberikan duit Rp 1 miliar buat Akil melalui anak buahnya, Ahmad Farid Asyari. Uang itu disimpan di dalam tas perjalanan warna biru dan diberikan oleh Farid kepada Susi di Hotel Allson, Jakarta Pusat.

Di hari sama, MK memutuskan supaya pilkada Lebak dilakukan pemungutan suara ulang. Setelah putusan terbit, Susi lantas menghubungi Amir Hamzah memberitahukan kabar itu. Amir langsung menghubungi Atut menyampaikan hal itu.

"Isi laporan SMS Amir Hamzah kepada Atut adalah, 'Laporan bu. MK putusan PSU. Kalau kita buat PSU di Desember atau mundur lagi itu lebih baik. Kalau kondisi politiknya terus memanas KPU mungkin akan tidak siap bu. Trims bu atas kebaikannya'," sambung Jaksa Wiraksajaya.

Akil hari itu belum bersedia menerima duit sogok sengketa pilkada Lebak. Akhirnya Susi membawa uang itu ke rumah orang tuanya di Jalan Tebet Barat nomor 30, Jakarta Selatan. Kemudian pada 2 Oktober 2013, Susi menghubungi Wawan menyampaikan kabar putusan MK. Lantas, pada pukul 22.30 WIB, Susi ditangkap tim KPK di rumah pribadi Amir Hamzah di Jalan Kampung Kapugeran, Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Sementara uang Rp 1 miliar di dalam tas warna biru merek Croftec disita di rumah orang tua Susi di Tebet, Jakarta Selatan. Sementara Wawan ditangkap pukul 01.00 malam di rumahnya, di Jalan Denpasar IV nomor 35, Kuningan Timur, Setiabudi, Jakarta Selatan.

Surat dakwaan Atut disusun Jaksa KPK dalam bentuk subsideritas. Dakwaan primer, Atut dijerat Pasal 6 Ayat 1 huruf a UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHPidana. Sementara dakwaan subsider, Atut dijerat Pasal 13 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHPidana.

Menanggapi dakwaannya, Atut mengaku mengerti dan tidak mengajukan nota keberatan (eksepsi) atas dakwaan. Hal yang sama juga diutarakan oleh penasihat hukumnya.

"Yang paling menarik adalah munculnya pasal 13. Kami apresiasi dengan jaksa penuntut umum. Kami keberatan dengan dakwaan, tapi kami tidak akan mengajukan keberatan," kata Andi Simangunsong, salah seorang penasihat hukum Atut. [ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA