Begitu dikatakan bekas pegawai Biro Keuangan Kementerian Luar Negeri, I Gusti Putu Adnyana saat bersaksi dalam sidang lanjutan terdakwa Sudjanan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (30/5).
Putu bilang, dalam proses pemberian "uang lelah" tersebut, dia hanya bertindak sebagai pihak yang mencatat rincian pengeluaran uang dari Sudjanan.
"Pemberian uang lelah itu atas perintah Pak Sudjadnan. Beberapa pihak yang dapat Menteri, Sekretaris Jenderal, Kepala Bagian Keuangan, dan Kepala Bagian pengendalian. Pak Sudjadnan yang menentukan jumlahnya, saya hanya mencatat saja," terang dia.
Putu mengaku ikut juga mendapat "uang lelah" tersebut. Dia juga membuatkan tanda terima buatan sendiri kepada pihak-pihak yang menerima duit panas itu.
"Saya buatkan tanda terimanya. Tapi waktu 2008, Kementerian Luar Negeri direnovasi dan saat saya periksa dan tanya anak buah, dokumennya sudah banyak yang hilang. Cuma satu yang ketemu," terang Putu.
Putu cerita, sesuai dengan hasil pemeriksaan Inspektorat Jenderal Kementerian Luar Negeri, ditemukan ada penyimpangan anggaran dalam pelaksanaan sidang dan konferensi internasional kurun waktu 2004 sampai 2005 sebesar Rp 1,68 miliar. Akibatnya, Putu dituntut mengganti uang itu bersama dengan rekan kerjanya, Warsita Eka, sertra Sudjadnan.
Selain itu, Putu juga sempat di penjara di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, Jakarta Timur, selama beberapa waktu akibat "uang lelah" tersebut.
"Kami membayar secara tanggung renteng sesuai jumlah itu. Itu atas perintah Itjen. Saya bayar Rp 400 juta, Pak Eka Rp 400 juta, sementara Pak Sudjadnan Rp 800 juta," demikian Putu.
[wid]
BERITA TERKAIT: