Tidak Cermat, Dakwaan Budi Mulya Harus Batal

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Kamis, 13 Maret 2014, 11:14 WIB
Tidak Cermat, Dakwaan Budi Mulya Harus Batal
Budi Mulya/net
rmol news logo . Sidang kedua kasus Bank Century dengan terdakwa mantan deputi IV Gubernur Bank Indonesia Budi Mulya digelar kembali, dengan agenda eksepsi.

Dalam eksepsi atau pembelaan yang dibacakan kuasa hukum Budi Mulya, Luhut M Pangaribuan, lebih mengarahkan tindakan yang dilakukan terdakwa (Budi Mulya), karena kebijakan bank central dalam menghadapi krisis perbankan/ekonomi 2008.

"Apakah hak terdakwa sebagai deputi IV dengan tindak pidana pemberian FPJP, dan memutuskan Century berdampak sistemik, bagaimana kalau itu disebutkan bukan suap atau gratifikasi," ungkap Luhut, di dalam sidang Century dengan Terdakwa Budi Mulya, di Pengadilan Tipikor, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (13/3).

Dalam eksepsi juga menepis dakwaan Jaksa Penutut KPK, dimana menurut Luhut, dalam dakwaan dipaksakan sebagai bagian melawan hukum. Padahal, dalam dakwaan tidak dijelaskan waktu dan tempat tindak pidana.

"Dakwaan harus cermat, waktu dan tempat. Artinya ketentuan dengan uraian tindak pidana jelas dan lengkap. Bila tidak jelas tidak lengkap maka batal. Pasalnya akan menyulitkan terdakwa membela," kata Luhut.

Tidak hanya itu, eksepsi juga menegaskan tindakan yang dilakukan terdakwa bukan putusan pribadi. Namun, merupakan putusaan atau perbuatan institusi Bank Indonesia sebagai bank sentral. Pemberian FPJP merupakan bantuan likuiditas bantuan terhadap bank umum.

Dianggap dakwaan tidak cermat dan jelas, kuasa hukum Budi Mulya, meminta agar dakwaan batal demi hukum.

"Dakwaan harus batal demi hukum dakwaan atau setidak-tidaknya tidak bisa diterima. Surat dakwan uraian harus cermat jelas dan lengkap. Dakwaan kabur. Tidak memenuhi syarat-syarat," pungkasnya.

Putusan FPJP itu merupakan kebijakan RDG BI sebagai putusan tertinggi BI, yang memutuskan Century sebagai bank berdampak sistemik. "Penetapan itu dalam rapat KSSK," tandasnya.

Mantan Deputi Gubernur BI, Budi Mulya, didakwa bersama-sama mantan Gubernur BI, Boediono yang kini menjabat Wakil Presiden, terkait kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek Bank Century.

Budi Mulya didakwa menyalahgunakan wewenang dalam jabatannya secara bersama-sama dengan Boediono, Miranda S Goeltom selaku Deputi Senior BI, Siti Fadjriah selaku Deputi Gubernur Bidang 6, Budi Rochadi, almarhum selaku Deputi Gubernur Bidang 7, Robert Tantular, dan Harmanus H Muslim. Dalam kasus penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik, Budi didakwa bersama-sama dengan Muliaman D Hadad selaku Deputi Gubernur Bidang 5, Hartadi A Sarwono selaku Deputi Gubernur Bidang 3, Ardhayadi M selaku Deputi Gubernur Bidang 8, dan Raden Pardede selaku Sekertaris KSK.

Budi Mulya juga diduga melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan berlanjut secara melawan hukum, memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi sehingga merugikan keuangan negara.

Ia diduga melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP. Ia juga diduga melakukan penyalahgunaan wewenang sebagaimana Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP. Akibat perbuatan tersebut, negara diduga mengalami kerugian Rp 7,45 triliun, menurut perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan. [rus]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA