Mintarsih A Latief yang juga pemilik perusahaan taksi Gamya selaku penggugat, merasa kecewa dengan penundaan tersebut. Menurutnya, dirinya merasa yakin akan menang dalam kasus ini karena memiliki banyak bukti.
"Jelas kecewa sekali. Kalau memang saya menang, biarkan menang. Saya memiliki semua bukti yang memang diperlukan dalam persidangan," ujarnya kepada wartawan.
Lebih jauh Mintarsih mengatakan, jika memang hasilnya kemenangan berpihak kepadanya, maka semua dapat berbangga bahwa kebenaran masih ada di atas uang.
"Kita ketahui, pihak tergugat sebagai pengusaha terkaya ke 60 di Indonesia dan yang pada tahun 2013 asetnya telah menjadi 700 persen dari nilai aset tahun 2012, dapat dikalahkan. Artinya hukum tidak memandang siapa yang memiliki uang, tapi hukum pada yang benar," jelas Mintarsih.
Namun jika kekalahan yang berpihak kepadanya, Mintarsih berpendapat hal ini akan menjadi contoh yang buruk untuk dunia usaha. Pasalnya, apa yang dilakukan oleh tergugat sudah menyalahi aturan hukum.
"Cara menghilangkan saham di PT Blue Bird Taxi cukup sederhana, sehingga dapat ditiru dengan mudah. Tinggal mencari notaris yang mau mengikuti keinginan kita, yaitu menghilangkan nama dari pemegang saham yang akan kita ambil tanpa menyebutkan nama pemegang saham yang diambil sahamnya. Lalu, dibuat lagi perubahan akta notaris," paparnya.
Jika pada tiap akta perubahan dimunculkan riwayat akta-akta sebelumnya, lanjut dia, maka akta selanjutnya perlu diminta untuk tidak dicantumkan, seolah-olah tidak pernah ada.
"Sempurnalah pengalihan saham tanpa beli, tanpa bayar dan tanpa jejak. Apalagi diperkuat dengan penambahan pembuatan penetapan pengadilan yang dilakukan oleh Purnomo dari PT Blue Bird Taxi," terang Mintarsih.
Seperti diketahui, Mintarsih menggugat Purnomo Prawiro selaku Direktur PT Blue Bird, karena secara sepihak telah menghilangkan hak Mintarsih sebagai salah satu pemegang saham di PT Blue Bird Taxi. Mintarsih yang diketahui memiliki sepertiga saham mayoritas di CV Lestiani atau setara 15 persen saham di PT Blue Bird Taxi, mengaku baru mengetahui kepemilikan sahamnya dihilangkan setelah 12 tahun sejak tahun 2001.
Meski telah mundur dari jajaran Direksi PT Blue Bird Taxi, Mintarsih menegaskan tidak pernah melepas kepemilikan saham di perusahaan taksi tersebut. Di tengah kekisruhan, Purnomo Prawiro selaku cs malah mendirikan PT Blue Bird (tanpa kata Taxi) di tahun 2001.
Sementara itu, klaim yang dinyatakan baik kubu Purnomo Prawiro maupun kuasa hukumnya, bahwa Mintarsih telah dibayar haknya sebagai Persero pada tahun 1999 dan tahun 2000 dibantah keras Mintarsih
.[wid]
BERITA TERKAIT: