Namun, KPK memang sudah sering melakukan diskriminasi dalam penanganan kasus korupsi. Hal itu dinyatakan Wakil Sekjen DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Fahri Hamzah, lewat rilis (Senin, 25/11). Dia menguraikan contoh-contohnya.
"KPK sudah sering berbeda. Yulianis diperiksa di hotel mewah, tapi Ketua, anggota DPR dan pengurus partai mondar-mandir mandir saja ke Kuningan," kata Fahri.
"Menteri keuangan dan Gubernur BI, Agus Marto, datang ke KPK. Sementara pegawai Bank Dunia Sri Mulyani didatangi ke Amerika Serikat, dan Sekjen PKS yang tidak tahu apa-apa kasus LHI dipanggil ke KPK. Sementara, Sekjen Partai Demokrat yang dituduh terima uang dibiarkan saja," tambah dia.
Tidak bisa dihindari bahwa kasus Century akan menyentuh Boediono. Menurut dia, kalau KPK sebagai
extraordinary body mengatakan tidak bisa memproses Boediono sampai batas kewenangan pengumpulan alat bukti, maka KPK telah membantu DPR dalam menggunakan hak menyatakan pendapat.
"DPR akan meminta pendapat ahli hukum pekan depan mengenai hak menyatakan pendapat," terangnya.
KPK tidak boleh membuat diskriminasi apapun terhadap Boediono dalam pengumpulan alat bukti, tapi KPK bisa menyatakan kepada DPR bahwa status Boediono sudah masuk tahap penyidikan namun tidak bisa meneruskannya.
"Jika tidak, maka pengistimewaan dalam pemeriksaan ini bisa jadi awal bagi kecurigaan bahwa KPK melakukannya untuk melindungi Boediono dalam kasus ini," tandasnya.
[ald]
BERITA TERKAIT: