Ketua Tim 12 pengacara, Yunandi Frederich mengatakan, dugaan pelanggaran kode etik itu lantaran sebelumnya permohonan kasasi BRI sudah ditolak MA.
"Kami penyampaikan pengaduan kepada KY bahwa kami melihat ada indikasi pelanggaran yang serius oleh MA terkait dengan surat edaran yang dibuatnya sendiri," kata Yunandi di Gedung KY, Jakarta, Jumat (22/11).
Berdasarkan surat edaran Mahkamah Agung RI No 10/BUA.6/HS/SP/IX/ 2012 tanggal 12 September 2012, hasil rapat kamar perdata halaman 2 alinea G disebutkan bahwa jaksa sebagai pengacara negara (JPN) tidak dapat mewakili BUMN (persero). Karena BUMN tersebut berstatus badan hukum privat seuai pasal 11 UU. No 19/2003 tentang BUMN.
Yunandi yang juga kuasa hukum MPPC itu menyatakan bahwa sangat logis jika sebelumnya majelis hakim pada tingkat kasasi membatalkan putusan No 157/PDT.G/ 2010/PN.JKT.PST jo. No 203/PDT/2011/PT.DKI yang menolak gugatan BRI kepada MPPC terkait sengketa pengelolaan Gedung BRI II dan lahan perparkiran itu. Tapi, kenyataannya BRI tetap menggunakan JPN sebagai kuasa hukum untuk pengajukan PK pada 1 Mei 2013. Di mana permohonan PK itu dikabulkan 24 Juli 2013.
"Luar biasa, tidak sampai tiga bulan PK sudah dikabulkan," heran dia.
Sementara itu di tempat terpisah, Ketua Komisi Yudisial (KY), Suparman Marzuki menyatakan bakal menindaklanjuti laporan 12 pengacara itu. "Sesuai dengan SOP, kita akan memeriksa seluruh laporan untuk memastikan ada atau tidaknya pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh hakim agung ini," kata Suparman.
Dia menegaskan bahwa seluruh dokumen dalam laporan yang masuk itu akan dibaca secara saksama. Apalagi, putusan PK memang merupakan salah satu aspek yang ditangani KY sebagai lembaga pengawas hakim.
"Putusan PK itu juga jadi bagian prosedur kita. Dan memang problem kita adalah sering kali orang mengabaikan aspek-aspek admistratif," demikian Suparman.
[rus]
BERITA TERKAIT: