Rapat tim kecil itu dihadiri Ahmad Yani (PPP), Fahri Hamzah (PKS), Hendrawan Supratikno (PDIP), Chandra Tirta Wijaya (PAN).
Fahri Hamzah mengatakan, Timwas akan menghadirkan ahli hukum pidana dan dua ahli hukum tata negara untuk membahas Boediono. Para ahli ini akan memperjelas soal apa yang mesti dilakukan Timwas DPR untuk kasus ini.
"Kasus ini tidak hanya persoalan pidana , tetapi harus melibatkan tata negara. Dalam rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) itu Boediono yang menjabat Gubernur BI adalah orang kedua, dan orang pertamanya Sri Mulyani (Ketua KSSK, mantan Menkeu). Nanti kita minta masukan dari tim ahli tata negara, karena terkait ketatanegaraan kita," terang Fahri kepada wartawan di Gedung Nusantara III, Senayan, Jakarta, Senin (18/11).
Dia menegaskan sikap Timwas yang ingin perkara duit Rp 6,7 triliun itu semakin terang di mata publik. Karena itu, Timwas juga akan meminta pendapat dari para ahli karena potensi
impeachment (pemecatan) terhadap wakil presiden makin kentara.
Fahri jelaskan, pakar pidana yang dipanggil adalah Romli Atmasasmita dan Muzakir. Sedangkan pakar tata negara adalah Irman Putra Sidin dan Ahmad S. Natabaya.
Keterlibatan Boediono selaku mantan Gubernur BI menjadi sangat penting untuk dikaji kembali. Namanya memang sudah dibicarakan sejak megaskandal dana talangan Rp 6,7 triliun ini merebak ke permukaan. Boediono merupakan figur sentral dan paling menentukan di balik skandal dana talangan.
Boediono paling ngotot mengusulkan agar KSSK yang dipimpin Menteri Keuangan saat itu yang kini bekerja untuk Bank Dunia, Sri Mulyani, memberikan status baru kepada Bank Century, yakni "Bank Gagal Berdampak Sistemik". Dalam soal pemberian FPJP pun BI yang dipimpin Boediono dianggap paling bertanggung jawab.
[ald]
BERITA TERKAIT: