Namun, apabila sampai dua pekan ini Presiden belum juga mengeluarkan Perppu tersebut, dan di sisi lain Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah bertindak jauh menyidik kasus Akil Mochtar, lalu MK pun sudah sedari awal membentuk Majelis Kehormatan penyelidikan internal, maka Perppu itu dianggap tak terlalu mendesak lagi.
"Saya beranggapan tidak terlalu mendesak lagi untuk mengeluarkan Perppu. Saya sarankan agar Presiden membatalkannya. Sebab, syarat terpenting dari dikeluarkannya Perppu adalah kepentingan yang sangat mendesak atau kegentingan yang memaksa di mana Presiden merasa perlu mengeluarkan Perppu," teran anggota Komisi III DPR, Martin Hutabarat, kepada
Rakyat Merdeka Online, Senin (14/10).
Politisi Partai Gerindra ini menyarankan Presiden cukup mengajak DPR merevisi UU tentang Mahkamah Konstitusi yang berlaku sekarang. Revisi ini dapat dilakukan di awal tahun 2014, setelah memasukkannya lebih dahulu dalam Prolegnas (program legislasi nasional) 2014.
"Dalam revisi UU MK ini, bukan hanya persyaratan menjadi calon Hakim MK yang perlu diperbaiki, tapi dasar pemikiran mengapa Hakim Konstitusi itu harus dibagi dari Unsur Presiden, DPR dan MA pun perlu dikaji kembali. Begitu juga tentang jumlah Hakim Konstitusi, saya kira perlu ditambah menjadi 11 atau 12 orang," ujar Martin.
[ald]
BERITA TERKAIT: