Dikutip dari
AFP, Sabtu 27 September 2025, Ehivet, yang kini sudah bercerai dari Gbagbo, dikenal sebagai tokoh politik tangguh. Ia memulai perjalanan politiknya pada tahun 1970-an sebagai aktivis serikat pekerja, sebelum kemudian ikut membangun gerakan oposisi bersama Gbagbo melawan Presiden Felix Houphouet-Boigny, pemimpin pertama Pantai Gading.
Pasangan Gbagbo dan Ehivet sempat mencapai puncak kekuasaan di awal 2000-an, namun kejatuhan mereka terjadi satu dekade kemudian. Pada 2011, keduanya ditangkap setelah kerusuhan pasca pemilu terburuk dalam sejarah negara itu, lalu dipenjara.
Ehivet kembali ke panggung politik pada 2022 dengan membentuk partai baru bernama Gerakan Generasi Berkemampuan (MGC). Lewat partai ini, ia mendeklarasikan diri sebagai calon presiden dan kembali menantang rival lamanya, Presiden Alassane Ouattara, yang berambisi memperpanjang kekuasaan hingga periode keempat.
Lahir di Moossou, dekat Abidjan, Ehivet, yang kini berusia 70 tahun, menempuh pendidikan sebagai sejarawan dan sempat menjadi guru pada 1970-an. Tahun 1982, ia ikut mendirikan Front Populer Pantai Gading (FPI) bersama sejumlah mahasiswa, termasuk Gbagbo yang kemudian menjadi suaminya.
Karier politiknya kian menanjak setelah multipartai diperkenalkan pada 1990. Ehivet terpilih menjadi anggota parlemen pada 1995 dan menjabat wakil presiden Majelis Nasional. Posisi ini membuatnya semakin dikenal luas di kalangan elite politik.
Saat suaminya menjadi presiden tahun 2000, Ehivet menolak hanya berperan sebagai pendamping seremonial. Ia menjadi penasihat politik penting bagi suaminya dan kerap disebut sebagai “alter ego politik” sang presiden. Julukan “Wanita Besi” pun melekat pada dirinya hingga kini.
BERITA TERKAIT: