Kabar ini tentu menggembirakan bagi para pencinta cokelat. Tapi, di Afrika Barat — khususnya di Pantai Gading dan Ghana sebagai penghasil kakao terbesar dunia — nasib para petani masih memprihatinkan.
Menurut laporan
Bloomberg, mereka telah menelusuri perjalanan sejauh 2.500 km di wilayah penghasil kakao utama. Di sana, mereka menyaksikan kebun-kebun kering, bunga kakao yang layu, lahan rusak akibat tambang ilegal, dan petani yang kewalahan menghadapi penyakit tanaman.
"Semuanya berubah dalam dua tahun. Saya tak bisa panen banyak lagi," kata Oscar Bendeh, petani di Ghana yang harus meninggalkan lahannya karena penyakit tunas bengkak. Penyakit ini menyebar lewat serangga kecil dan sulit terdeteksi sejak awal.
Pemerintah Ghana berencana menanam ulang 500.000 hektar kebun, tapi baru 10 persen yang berhasil direalisasikan. Butuh dana besar sekitar 1,2 miliar Dolar AS, sementara kondisi keuangan negara sedang sulit.
“Kami harus mencicil sedikit demi sedikit tiap tahun,” kata Randy Abbey, kepala Dewan Kakao Ghana.
Sayangnya, para petani juga tak banyak menikmati kenaikan harga kakao dunia. Sistem penjualan di Ghana dan Pantai Gading membuat kakao dijual jauh sebelum masa panen, sehingga mereka tak kebagian saat harga sempat melonjak hingga lebih dari 6.000 dolar AS per ton.
Meski konsumsi cokelat dunia mulai menurun dan pasar lebih seimbang, hasil panen dari Afrika tetap jadi penentu utama apakah harga benar-benar akan kembali normal.
"Produksi mungkin membaik musim depan," kata Jonathan Parkman dari Marex Group.
"Tapi belum akan sepenuhnya pulih seperti sebelum krisis," lanjutnya.
Sistem harga yang diatur pemerintah awalnya dimaksudkan untuk melindungi petani saat harga rendah. Tapi kini, justru membuat pendapatan mereka jauh dari layak.
“Pantai Gading tidak bisa ubah sistem penjualannya setiap saat hanya karena harga pasar berubah,” kata Arsene Dadie, kepala pemasaran domestik regulator kakao Le Conseil du Cafe-Cacao.
“Negara ini harus mengatur hasil panen besar, jadi kami tak bisa ikut pasar secara buta," lanjutnya.
Kondisi cuaca juga masih jadi masalah besar. Lebih dari sepertiga wilayah Pantai Gading dan setengah wilayah Ghana masih mengalami kekeringan, menurut African Flood and Drought Monitor. Meski sebagian daerah mulai turun hujan, musim kering yang panjang membuat panen pertengahan tahun ini terhambat.
"Musim kering sangat berat untuk pohon kakao. Kami hampir tak bisa kerja di kebun sebelum hujan datang," kata Yabao Madi, petani di Duekoue, sekitar 500 km dari Abidjan.
Bahkan perkebunan-perkebunan muda di Ghana barat juga kekurangan air.
“Kami belum punya sistem irigasi yang baik,” ujar Abbey.
“Kalau cuaca berubah sedikit saja, langsung jadi masalah besar buat kami," tambahnya.
Para pedagang kakao dunia kini memantau wilayah ini untuk melihat apakah hujan akan turun cukup. Dalam waktu dekat, pohon-pohon kakao akan mulai menghasilkan buah untuk panen utama di bulan Oktober, sebuah momen penting untuk menentukan apakah surplus kakao bisa benar-benar terjadi.
BERITA TERKAIT: