Sedikitnya 25 orang tewas dan lebih dari 600 lainnya terluka dalam kerusuhan dua hari terakhir, dipicu oleh kebijakan pemerintah yang sempat melarang penggunaan media sosial.
Tentara berjaga di jalanan ibu kota dan memerintahkan warga untuk tetap berada di rumah, sementara bangunan pemerintahan masih tampak berasap setelah dibakar massa.
“Kami meminta warga tidak keluar rumah demi menjaga keamanan,” kata seorang perwira militer kepada wartawan di Kathmandu, seperti dikutip dari
AFP, Kamis, 11 September 2025.
Dalam pertemuan dengan pimpinan militer di markas besar Angkatan Darat, perwakilan demonstran mengusulkan nama Sushila Karki, mantan Ketua Mahkamah Agung, untuk memimpin pemerintahan transisi.
“Rakyat membutuhkan figur yang bersih dan dipercaya. Kami mengusulkan Sushila Karki sebagai pemimpin sementara,” ujar Rehan Raj Dangal, salah satu perwakilan demonstran.
Karki, yang pernah menjabat sebagai Ketua MA pada 2016-2017, dikenal sebagai tokoh populer karena sikap tegasnya.
Meski begitu, sebagian kelompok pengunjuk rasa di luar markas tentara menolak usulan tersebut dan menuntut alternatif lain.
PM Oli resmi mundur pada Selasa, 9 September 2025. Namun Presiden Ram Chandra Poudel sempat memintanya tetap memimpin pemerintahan sementara.
Meski demikian, Oli dilaporkan meninggalkan kediaman resminya dan hingga kini keberadaannya tidak jelas.
Gelombang protes bermula dari keputusan pemerintah memblokir platform seperti Facebook, X, dan YouTube dengan alasan perusahaan tersebut menolak mendaftar dan tunduk pada aturan baru.
Meski larangan itu dicabut pada Selasa, amarah publik tak surut, terutama setelah 19 pengunjuk rasa tewas ditembak aparat.
“Larangan itu hanyalah pemicu. Sesungguhnya, anak muda sudah lama frustrasi dengan pengangguran dan ketidakadilan sosial,” kata seorang mahasiswa yang ikut aksi.
Bank Dunia mencatat tingkat pengangguran pemuda di Nepal mencapai 20 persen pada 2024, dengan lebih dari 2.000 orang muda meninggalkan negara itu setiap hari untuk mencari pekerjaan di Timur Tengah atau Asia Tenggara.
Massa menyerang gedung parlemen, istana presiden, dan kantor perdana menteri. Video di media sosial memperlihatkan pemimpin Partai Kongres Nepal, Sher Bahadur Deuba, dan istrinya, Arzu Rana Deuba, yang juga Menteri Luar Negeri, dipukuli hingga berdarah.
Kantor media terbesar di Nepal, Kantipur, ikut dibakar, bersama sejumlah showroom mobil dan ratusan kendaraan yang ditinggalkan di jalanan.
Militer yang jarang sekali dikerahkan akhirnya turun tangan setelah polisi gagal membendung massa.
Pada Rabu pagi, tentara juga berhasil menggagalkan upaya kabur massal dari penjara pusat Kathmandu, di mana napi sempat membakar bangunan dan menyerang sipir.
“Kami berkomitmen menjaga hukum dan ketertiban. Tentara tidak akan tinggal diam jika negara dalam bahaya,” tegas juru bicara Angkatan Darat Nepal.
BERITA TERKAIT: