Eskalasi terjadi hanya beberapa jam setelah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berjanji mempercepat rencana serangan baru terhadap Hamas.
Serangan udara Israel menewaskan sedikitnya enam jurnalis, termasuk koresponden senior Al Jazeera, Anas al-Sharif, yang tewas saat berada di tenda dekat kompleks Rumah Sakit Al Shifa.
Insiden ini menjadi serangan paling mematikan terhadap jurnalis selama kampanye militer Israel yang telah berlangsung lebih dari 22 bulan.
Saksi mata melaporkan, tank dan pesawat tempur Israel menggempur Sabra, Zeitoun, dan Shejaia, tiga wilayah di pinggiran timur Kota Gaza, memaksa banyak keluarga mengungsi ke arah barat.
“Kedengarannya seperti perang akan dimulai kembali. Tank-tank menembakkan peluru ke rumah-rumah, beberapa rumah terkena tembakan, dan pesawat-pesawat melakukan apa yang kami sebut ‘cincin api’,” kata Amr Salah (25) kepada
Reuters melalui aplikasi pesan.
Netanyahu membela rencana serangan besar-besaran ke Kota Gaza, mengklaim langkah itu adalah cara tercepat untuk mengakhiri perang.
“Saya ingin mengakhiri perang secepat mungkin, dan itulah sebabnya saya telah menginstruksikan IDF (Pasukan Pertahanan Israel) untuk mempersingkat jadwal perebutan kendali Kota Gaza,” ujarnya.
Meski demikian, menurut dua pejabat yang menghadiri rapat kabinet keamanan Israel, evakuasi warga sipil dari wilayah yang akan terdampak kemungkinan baru selesai pada awal Oktober.
Hal ini dinilai memberi waktu tambahan untuk mendorong kesepakatan gencatan senjata, meskipun Netanyahu menegaskan serangan akan dimulai cukup cepat.
Militer Israel mengklaim pada Minggu sebelumnya telah menghancurkan lokasi peluncuran roket Hamas di timur Kota Gaza yang menargetkan komunitas Israel di seberang perbatasan.
BERITA TERKAIT: